Peradilan Islam Indonesia, Mulai dari Pengadilan Agama hingga Mahkamah Syariyah
Edsus Lebaran 2023

Peradilan Islam Indonesia, Mulai dari Pengadilan Agama hingga Mahkamah Syariyah

Sudah ada di tanah Indonesia jauh sebelum masa kolonial Hindia Belanda. Pengaturan peradilan agama saat ini sudah menjadi bagian dari mandat konstitusi secara tegas.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 6 Menit
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Foto: RES
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Foto: RES

Peradilan Islam di Indonesia berumur setua kehadiran Islam di wilayah-wilayah pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu karena penegakan hukum dengan bantuan aparat hukum menyatu sebagai bagian dari ajaran Islam.

Rio Satria, Hakim Yustisial di Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung mengonfirmasi itu. “Eksistensi peradilan agama ada di Indonesia seiring hadirnya Islam di Indonesia. Lembaga peradilan adalah bagian integral dalam penegakan hukum Islam,” kata Rio Satria. Rio telah belasan tahun menjadi hakim agama dan terakhir kali bertugas di Pengadilan Agama Gunung Sugih, Lampung.

Penjelasan Rio sama dengan uraian seorang hakim agung senior di lingkungan peradilan agama Mahkamah Agung. “Satu hal yang pasti ialah peradilan itu adalah alat kekuasaan untuk menegakkan hukum Islam,” kata Busthanul Arifin, orang pertama yang menjabat Ketua Muda Mahkamah Agung urusan lingkungan Peradilan Agama. Pernyataan itu ditemukan dalam buku karyanya Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan, dan Prospeknya.

Busthanul Arifin adalah hakim agung pertama yang menegaskan posisi pengadilan agama dalam lingkungan kekuasaan kehakiman di Mahkamah Agung. Ia diangkat dengan Keputusan Presiden No. 33/M/1982 tertanggal 22 Februari 1982. Penelitian Busthanul mencatat bahwa peraturan tertulis pertama yang bisa ditemukan soal peradilan agama dalam sejarah Indonesia bertanggal 1808.

Baca Juga:

Penelitian Busthanul diperkuat dengan temuan yang sama dalam penelitian Muchamad Ali Safa’at, dosen Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya. Ali Safa’at mengatakan ada keputusan Ratu Belanda No.19 Tahun 1882 yang mengakui sistem peradilan Islam untuk Pulau Jawa dan Madura dengan yurisdiksi hukum keluarga bagi muslim. Penelitian itu diterbitkan dalam buku berjudul Dinamika Negara dan Islam dalam Perkembangan Hukum dan Politik di Indonesia.

Namun, Busthanul menekankan bahwa peraturan-peraturan yang bisa dilacak itu bukan dasar pembentukan peradilan agama di tanah Indonesia. “Peraturan tersebut sekadar memberi petunjuk supaya jangan ‘mengganggu’ Peradilan Agama yang ada,” katanya di buku yang sama. Artinya, keberadaan peradilan Islam itu sudah ada sebelum datangnya pemerintah kolonial Belanda.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait