Peran dan Relasi Pemerintah Indonesia dalam Penanganan Pengungsi
Kolom

Peran dan Relasi Pemerintah Indonesia dalam Penanganan Pengungsi

Sudah menjadi kebutuhan yang mendesak perubahan Perpres Pengelolaan Pengungsi Luar Negeri di Indonesia yang menjadikan Indonesia dapat memainkan perannya lebih besar.

Bacaan 5 Menit

Paradigma pengungsi lebih merupakan tugas UNHCR maupun lembaga internasional lainnya terbangun sejak tahun 1978-1990-an pengungsi “manusia perahu” yang sebagian besar dari Vietnam eksodus ke negara-negara Asia Tenggara, terutama ke Malaysia, Indonesia dan Filipina.

Masuknya mereka ke Indonesia dan dibangun penampungan bagi mereka dapat dikatakan kekuatan besar Amerika Serikat dan 15 negara lainnya yang telah memungkinkan adanya tempat penampungan di beberapa negara, karena adanya kesepakatan Comprehensive Plan of Action (1989) yang disepakati oleh 70 negara.

Kesepakatan itu terjadi setelah adanya Konferensi di Jenewa (1979) dan memberikan mandat yang besar kepada UNHCR mengatur seluruhnya. Keadaan waktu itu membawa pengaruh besar cara pandang bahwa pengungsi yang masuk ke wilayah teritori negara Indonesia sepenuhnya tanggung jawab UNHCR, setidaknya peran Indonesia hanya memberikan izin dan bantuan lokasi. Cara pandang ini bukan hanya berpengaruh pada level nasional, tetapi juga pada level pemerintah di daerah atau lokal.

Tentu keadaan waktu itu, tidak bisa disamakan dengan keadaan sekarang, Indonesia dihadapkan pada situasi protracted refugee situation dengan keberadaan mereka tidak hanya di satu wilayah, tetapi tersebar di banyak wilayah di Indonesia dan banyak yang berbaur dengan masyarakat lokal, ada yang berkembang secara positif, tetapi juga tidak kurang masyarakat yang memberikan respon negatif. Di sini, besar tantangan pemerintah Indonesia untuk menentukan implementasi kebijakan kemanusiaan, tanpa mengabaikan kepentingan nasionalnya.

Tantangan Peningkatan Berbagai Peran dan Relasi

Besar tantangan ke depan dalam upaya perubahan Perpres No. 125 Tahun 2016. Ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan untuk peningkatan berbagai peran dan relasi yang dibangun, sehingga Indonesia dapat mendudukan masalah pengungsi luar negeri secara tepat dalam kerangka nasional.

  1. Mandat Global Compact on Refugees adalah mendorong pembagian tanggung jawab yang lebih dapat diukur dan adil dengan solusi berkelanjutan untuk situasi pengungsi, sehingga lembaga internasional adalah mitra dengan pengaturan pembagian peran yang tepat.
  2. Adanya pengaturan kewenangan dengan mekanisme kerja, yang memperhitungkan peran dan relasi para pihak (pemerintah pusat- daerah, lembaga internasional, lembaga nasional, organisasi masyarakat sipil, masyarakat, lembaga donatur) dengan dilandaskan pada penghormatan pada HAM.
  3. Perubahan peraturan yang juga memperhitungkan pengaturan sektoral, terutama terkait dengan akses kesehatan, pendidikan dan livelihood.
  4. Memperhitungkan kearifan lokal di beberapa wilayah, yang akan mempengaruhi relasi sosial pengungsi dengan masyarakat lokal.
  5. Perubahan dilakukan dengan didasarkan pada evidance based policy, artinya penting ada kontribusi riil dari para akademisi mendorong dan membantu pemerintah dan masyarakat dalam upaya mendapatkan alternatif-alternatif penyelesaian masalah pengungsi di dalam negeri Indonesia.

Membangun trust dan sense of belonging para pihak akan dapat mengurangi praktik-praktik buruk, termasuk kejahatan lintas negara maupun tindak pidana kekerasan di antara pengungsi. Di samping juga, menjadikan terbuka potensi peningkatan peran dan relasi para pihak, khususnya pemerintah dengan dukungan lembaga internasional pada penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia.

*)Prof. Tri Nuke Pudjiastuti adalah Peneliti Pusat Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional dengan focus pada Forced Migration, ASEAN dan Perbatasan.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait