Perbedaan MoU dan Perjanjian, Simak Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Perbedaan MoU dan Perjanjian, Simak Penjelasan Hukumnya

Dalam hal suatu MoU telah dibuat secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, kedudukan atau keberlakuan nota kesepahaman bagi para pihak dapat disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Namun pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam MoU.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Merujuk isi pasal tersebut, perjanjian memiliki tiga unsur yakni, pertama adalah unsur perbuatan. Frasa “perbuatan” tentang perjanjian ini lebih kepada “perbuatan hukum” atau “tindakan hukum”. Hal tersebut karena adanya perbuatan sebagaimana dilakukan oleh para pihak berdasarkan perjanjian akan membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan tersebut.

Kedua unsur satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih. Artinya perjanjian hakikatnya dilakukan paling sedikit oleh 2 (dua) pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum (subjek hukum).

Dan ketiga adalah unsur mengikatkan diri. Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Artinya, terdapat akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Syarat Sah Perjanjian dan Ciri-Ciri MoU

Suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak jika memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan hal sebagai berikut:

  1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak

Kata “sepakat” tidak dapat diperoleh karena adanya kekhilafan akan barang atau diri pihak yang terlibat dalam persetujuan. Apabila adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan hal ini berarti melanggar syarat sah perjanjian (Pasal 1329 KUH Perdata).

  1. Cakap untuk membuat perikatan

Setiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.[2] Adapun mereka yang dinyatakan tidak cakap, yakni anak yang belum dewasa, orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan perempuan yang telah kawin dalam hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu (Pasal 1330 KUH Perdata).

Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap sebagaimana disebutkan, perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 1446 KUH Perdata).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait