"Yang terpenting dalam penanganan konflik agraria dengan penanganan bersama. Membangun segera mekanisme kerja lintas K/L dalam penanganan kasus konflik agraria dengan melibatkan kewenangan yang ada di berbagai sektor dan lintas K/L yang saat ini ada di Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kementerian Pertanian," tuturnya.
Baca:
- Mendorong Penyelesaian Konflik Agraria di Berbagai Daerah
- Catahu KPA Tahun 2020: Konflik Agraria Tetap Tinggi Sekalipun Pandemi Covid-19
Komitmen Bersama
Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko mengungkapkan bahwa terdapat dua program utama yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, yakni percepatan penyelesaian konflik agraria untuk kepentingan masyarakat dan Online Single Submission (OSS) untuk permudah perizinan dan investasi.
Atas dasar itu, KSP bersama Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), TNI/Polri dan kementerian/lembaga terkait berkolaborasi dengan Civil Society Organization (CSO). Menurutnya, harus ada komitmen bersama dalam melaksanakan proses pengukuhan kawasan hutan agar tercipta pengelolaan kehutanan dengan baik yang juga berpotensi terhadap seluruh pembangunan nasional.
“Diperlukan penguatan dan kolaborasi bersama guna percepatan pengukuhan kawasan hutan ini, terutama di lima provinsi prioritas, yaitu Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua. Ini harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian dan hak-hak masyarakat. Seperti masyarakat adat, masyarakat marjinal lainnya yang berada di daerah tersebut,” ujar Moeldoko dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Kamis (29/7).
Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian ATR/BPN menyiapkan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari pelepasan kawasan hutan. Berdasarkan data, kawasan hutan untuk TORA mencapai 2,7 juta hektare. Direktur Jenderal Penataan Agraria, Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau menyebutkan bahwa dari TORA yang dialokasikan tersebut sudah dilepaskan menjadi area penggunaan lainnya seluas 1,5 juta hektare dan masih dicadangkan seluas 1,2 juta hektare.
“Pada area penggunaan lain dari pelepasan kawasan hutan itu ada yang sudah ditindaklanjuti dengan penyertipikatan tanah. Yang sudah ditindaklanjuti adalah area penggunaan lain yang data spasialnya sudah ada di Kementerian ATR/BPN. Kemudian yang dicadangkan diperuntukan berbagai kepentingan antara lain persetujuan Perubahan Batas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PB PPTKH), Hutan Produksi Konversi (HPK) tidak produktif, serta pencetakan sawah baru,” tutur Andi Tenrisau.