Perda-perda Bermasalah Hambat Investasi, Siapa Salah?
Utama

Perda-perda Bermasalah Hambat Investasi, Siapa Salah?

Dari kajian KPPOD, terdapat 347 Perda-perda bermasalah pada daerah sentra-sentra bisnis dan industri.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Kemudian, pembentukan badan regulasi nasional yang berada langsung di bawah presiden juga diperlukan agar pembentukan aturan di bawah satu atap. Terakhir, pemerintah juga perlu melembagakan penggunaan perangkat analisis regulasi dalam penyusunan dan evaluasi regulasi.

 

(Baca: Masalah Perizinan Masih Jadi Hambatan Sektor Investasi)

 

Tidak hanya pemerintah pusat, Robert menyarankan Pemda juga harus memperbaiki ekosistem kerja dan komitmen politik para pembentuk Perda. Pemda juga harus merekrut dan meningkatkan kapasitas SDM aparatur berdasarkan sistem merit.

 

Dalam kesempatan sama, peneliti KPPOD, Henny Prasetyo menjelaskan berdasarkan kajiannya permasalahan Perda paling banyak pada persoalan pajak dan retribusi. Kemudian, permasalahan perizinan usaha, regulasi ketenagakerjaan juga mendominasi. Aspek lain dalam Perda bermasalah terkait Keternagakerjaan dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

 

Hukumonline.com

Sumber: KPPOD

 

Sehubungan dengan pajak dan retribusi, Henny menjelaskan Pemda-pemda memungut iuran kepada pelaku usaha di luar biaya seharusnya. Dia mencontohkan salah satu Perda bermasalah tersebut adalah Pergub DKI Jakarta No. 117/2019 tentang Penyetoran BPHTB  atas PPJB. Pergub tersebut dianggap bermasalah karena Tidak mencantumkan UU No.28 Tahun 2009 tentang PDRD.

 

Kemudian Perda DKI Jakarta No.18 Tahun 2010 tentang BPHTB, sehingga regulasi ini tidak memiliki kejelasan dasar hukum pungutan BPHTB atas PPJB. Dari sisi isi aturan, Pergub ini tidak memiliki ketentuan terkait subyek dan objek pajak BPHTB sehingga berpotensi menimbulkan multitafsir. Implementasi aturan tersebut juga bertentangan dengan regulasi pusat yaitu UU No.28 Tahun 2009 tentang PDRD dan PP No.34 Tahun 2016 karena menjadikan penjual sebagai pembayar BPHTB, padahal seharusnya ditanggung pembeli.

 

Henny menjelaskan perda bermasalah juga didominasi perizinan usaha. Saat ini, perizinan usaha sudah dilakukan melalui online single submission (OSS) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS). Namun, masih terdapat daerah belum menerapkan sistem tersebut seperti Kabupaten Kulonprogo.

 

“Hal ini berpotensi menyebabkan ketidakpastian bagi pelaku usaha terkait dengan level pemerintahan dan instansi mana yang perlu didatangi untuk mengurus izin,” jelas Henny.

Tags:

Berita Terkait