Perizinan 202 Perusahaan Fintech Masih Tertahan di OJK, Ini Alasannya
Berita

Perizinan 202 Perusahaan Fintech Masih Tertahan di OJK, Ini Alasannya

​​​​​​​OJK tidak ingin mengobral izin usaha pada perusahaan fintech. Pihaknya menyiapkan berbagai peraturan agar industri fintech nasional dapat tumbuh sehat terlebih dahulu.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Animo masyarakat terhadap layanan jasa pinjam-meminjam berbasis online atau financial technology (fintech) peer to peer lending (P2P) terbilang tinggi. Hal ini ditandai dari signifikannya peningkatan jumlah pinjaman dan terus bermunculan nama-nama pemain baru di industri ini.

 

Sayangnya, sejak kemunculannya kiprah industri tidak lepas dari opini negatif dari publik. Mulai dari persoalan keamanan dana, kerahasiaan data hingga tingginya suku bunga. Bahkan, baru-baru ini ratusan fintech China harus gulung tikar karena gagal mengembalikan dana dari borrower atau pemberi pinjaman. 

 

Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi menyatakan perlu ada pengawasan komprehensif terhadap industri ini agar nasib fintech nasional tidak bernasib serupa China. Sehingga, pihaknya telah menyiapkan berbagai peraturan agar industri fintech nasional dapat tumbuh sehat.

 

Hendrikus menjelaskan salah satu cara pengawasan tersebut yaitu dengan memperketat pemberian izin operasi fintech. “Kenapa OJK sulit mengeluarkan tanda terdaftar dan berizin, karena kalau izinnya diobral maka kejadian di Tiongkok (bangkrut) akan pindah kemari (Indonesia),” kata Hendrikus di Bogor, Jumat (19/10).

 

Berdasarkan catatan OJK, saat ini perusahaan terdaftar dan berizin fintech mencapai 73 perusahaan. Sedangkan, sebanyak 202 perusahaan sedang dalam proses pengurusan pendaftaran dan perizinan. “Banyak perusahaan fintech sedang antre untuk kami terbitkan izinnya. Ini belum kami approve semua karena kami sangat selektif memilihnya,” jelas Hendrikus.

 

Dalam memberikan tanda daftar dan perizinan, Hendrikus menjelaskan pihaknya menilai berbagai aspek dari perusahaan fintech tersebut. Mulai dari kepemilikan saham, jajaran direksi, keandalan produk hingga penangangan perlindungan konsumen. Selain itu, OJK juga mewajibkan perusahaan fintech melaporkan secara berkala mengenai aktivitas bisnisnya.

 

“Kami akan memeriksa secara detail mulai dari kepemilikannya hingga keandalan produknya. Ini (fintech) adalah industri baru dan kami ingin kawal terus perkembangannya,” jelas Hendrikus.

 

Baca:

 

Kewajiban terdaftar dan berizin bagi perusahaan fintech tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam aturan tersebut, bagi setiap perusahaan fintech wajib mengajukan perizinan kepada OJK sebelum melakukan pelayanan jasa pinjam-meminjam online.

 

Kemudian, salah satu yang paling ditekankan OJK kepada perusahaan fintech yaitu penerapan prinsip transparansi kepada konsumen. Penerapan prinsip tersebut meliputi informasi mengenai hak dan kewajiban para pihak seperti borrower, peminjam hingga potensi risiko.

 

Selain itu, informasi terkait biaya-biaya (yang dikeluarkan), bagi hasil, manajemen risiko dan mitigasi (upaya pencegahan) jika terjadi kegagalan yang harus dibuka seluas-luasnya. OJK juga meminta perusahaan fintech wajib memberikan edukasi keuangan kepada konsumen agar pemahaman mengenai layanan tersebut menjadi lebih baik.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa penetrasi internet sudah sangat besar selama 25 tahun terakhir. Kapasitas bandwith sudah meningkat pesat sehingga sekarang istilahnya semua hal jadi viral. Namun demikian, ia mengingatkan agar regulasi mengenai internet dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kepentingan konsumen.

 

Salah satunya terkait perkembangan industri fintech. Menurut Jokowi, perkembangan industri fintech dan ekonomi digital yang begitu pesat mengingatkan dirinya soal prinsip regulasi yang menjadikan begitu pesat pada ekonomi nasional sekitar 20 tahun lalu. Ia mengutip peraturan tentang internet yang dicetuskan oleh Presiden Amerika Serikat Bill Clinton. Peraturan ini dianggap sangat ramah terhadap internet karena mencegah intervensi pemerintah yang berlebihan.

 

Selain itu, peraturan telah memberikan kepercayaan diri para innovator di bidang internet tanpa harus takut apabila eksperimen gagal. Hasilnya adalah inovasi tidak hanya menciptakan kesejahteraan tapi juga landasan modern internet saat ini.

Tags:

Berita Terkait