Perlindungan Hak Cipta: Perlukah Dicatatkan Meskipun Tidak Diwajibkan?
Kolom

Perlindungan Hak Cipta: Perlukah Dicatatkan Meskipun Tidak Diwajibkan?

Perlindungan terhadap Hak Cipta timbul secara otomatis setelah ciptaan diwujudkan tanpa perlu dilakukan pendaftaran atau pencatatan. Pencatatan Hak Cipta diperlukan untuk memperkuat perlindungan Hak Cipta.

Bacaan 4 Menit

Pasal 1 angka (3) UU Hak Cipta mengatur Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Tidak semua hasil karya dapat dilindungi Hak Cipta, Pasal 41 UU Hak Cipta mengatur beberapa hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta, yaitu:

  1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
  2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan;
  3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

Lebih lanjut diatur dalam Pasal 42 UU Hak Cipta, tidak ada Hak Cipta atas hasil karya berupa hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol keagamaan.

Hak Cipta memberikan hak eksklusif kepada Pencipta yang terdiri dari Hak Moral, Hak Ekonomi, dan Hak Terkait. Hak Moral merupakan hak yang melekat abadi pada diri Pencipta atas Ciptaannya yang pada dasarnya meliputi hak untuk diakui sebagai Pencipta di mana nama Pencipta harus tercantum pada karya seorang Pencipta yang diperbanyak, diumumkan, atau dipamerkan dihadapan publik dan hak keutuhan karya yang dimaksudkan untuk mencegah tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi Pencipta. Hak Moral ini tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.

Hak Ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan hak ekonomi atas ciptaan dimana Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, pendistribusian ciptaan, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan, dan penyewaan ciptaan. Sedangkan Hak Terkait merupakan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan lembaga penyiaran.

Melihat pada ketentuan di atas, sudah jelas bahwa perlindungan atas Hak Cipta akan timbul secara otomatis sejak ciptaan tersebut diwujudkan dan tidak bergantung pada apakah ciptaan tersebut telah didaftarkan atau tidak. Hal ini diperjelas dalam Pasal 64 ayat (2) UU Hak Cipta yang menyatakan Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dan dalam penjelasannya dipertegas bahwa Pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan keharusan bagi Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan, hal ini berarti suatu ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi.

Meskipun perlindungan atas Hak Cipta dapat diperoleh secara otomatis tanpa melalui pencatatan, terdapat beberapa keuntungan yang dapat dinikmati oleh Pencipta yang mencatatkan ciptaannya yaitu manakala terjadi sengketa mengenai kepemilikan Hak Cipta atas suatu ciptaan, Surat Pencatatan Ciptaan yang diterbitkan oleh Menteri dan dicatatkan dalam Daftar Umum Ciptaan merupakan bukti awal kepemilikan suatu ciptaan dan merupakan bukti yang kuat di Pengadilan. Hal ini selaras dengan pernyataan Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Razilu “Namun, untuk memperkuat perlindungan Hak Cipta, para pelaku seni dan insan kreatif perlu mencatatkan karya ciptanya ke DJKI. Hal ini berguna untuk memperkuat bukti kepemilikan manakala terjadi sengketa,” kata Razilu sebagaimana dikutip pada laman resmi DJKI.

Tags:

Berita Terkait