Perlu Pendekatan Berbeda dalam Penanganan Konflik Papua
Terbaru

Perlu Pendekatan Berbeda dalam Penanganan Konflik Papua

Akibat dampak dari pendekatan keamanan yang selalu digunakan untuk menangani persoalan di papua, mulai dari menambah jumlah aparat keamanan dan posko-posko militer.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi.  Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES

Berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Papua terus terjadi dan berulang seolah tak pernah selesai. Terakhir, kerusuhan yang menewaskan puluhan warga sipil terjadi di Sinakma Wamena, beberapa waktu lalu. Aparat keamanan  tak jarang kerap menjadi sasaran kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

 

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, mengatakan lembaganya menyoroti konflik tersebut yang terjadi antara aparat kepolisian dan masyarakat. Dia mencatat konflik berawal dari isu penculikan terhadap anak SD di Sinakma. Peristiwa itu menimbulkan perbedaan pendapat antara aparat kepolisian dan pihak keluarga korban diduga penculikan.

 

Kemudian terjadi perlawanan dari masyarakat dengan cara melempari batu ke arah aparat. Langkah yang dilakukan aparat antara lain menembakkan gas air mata. Tercatat sedikitnya 10 warga sipil tewas dan mengalami luka tembak di sebagian tubuh seperti leher, dan dada. 18 orang warga sipil juga mengalami luka dan mendapat perawatan di RSUD Wamena.  

 

Fatia melihat berulangnya peristiwa kekerasan di Papua bukan tanpa alasan. Hal ini merupakan dampak kegagapan pemerintah dalam menangani permasalahan yang pelik di Bumi Cenderawasih. Pendekatan yang dilakukan selama ini terbukti tidak berhasil dan nihil untuk dikoreksi. Jalan yang dipilih tak sama sekali membuat situasi Papua kondusif dan menjadi pulih. Sebaliknya, kekerasan terus muncul sehingga memantik masalah baru lainnya.

 

“Sayangnya, bukannya mengevaluasi secara serius, pemerintah selalu resisten mempertahankan metode yang sama dengan pengarusutamaan cara pandang keamanan seperti penambahan jumlah aparat hingga posko-posko militer,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (27/02/2023).

 

Baca juga:

 

Kerusuhan bermula dari kabar hoax. Kemudian ditambah provokasi, menurut Fatia harusnya masalah ini dapat diantisipasi secara cepat oleh aparat keamanan melalui dialog. Tapi berbagai kasus di Papua gagal ditangani sehingga berdampak luas di masyarakat. Hal itu menunjukkan aparat yang bertugas tak cakap mencegah konflik. Bahkan menempatkan aparat sebagai aktor utama dalam konflik dan pelanggaran HAM.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait