Perlunya Evaluasi Kedudukan BNN dalam Revisi UU Narkotika
Terbaru

Perlunya Evaluasi Kedudukan BNN dalam Revisi UU Narkotika

Seperti menjadikan BNN setingkat komisi di tengah situasi darurat narkoba. Disarankan ada keseimbangan pengaturan antara aspek kesehatan dan hukum dalam revisi UU Narkotika.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam diskusi mengenai pembahasan RUU Narkotika, Selasa (14/6/2022). Foto: RFQ
Narasumber dalam diskusi mengenai pembahasan RUU Narkotika, Selasa (14/6/2022). Foto: RFQ

Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) menjadi lembaga garda terdepan dalam pemberantasan narkotika di tanah air. Tapi khusus BNN, perlu penguatan di berbagai lini agar pemberantasan narkotika menjadi lebih optimal dan maksimal. Sebab, BNN selama ini hanya menjadi lembaga pembantu yang perlu dievaluasi. Untuk itu, pengaturan penguatan kewenangan BNN perlu dituangkan dalam draf RUU Narkotika.

“Jadi seharusnya memang seharusnya yang dievaluasi itu adalah kedudukan BNN,” ujar anggota Komisi III Muhammad Nasir Djamil dalam sebuah diskusi di Gedung Komplek Parlemen, Selasa (14/6/2022).

Menurutnya, lembaga-lembaga pembantu seperti BNN dalam ketatanegaraan tak pernah dievaluasi. Alhasil, kewenangannya tumpang tindih dengan institusi yang sebelumnya menangani kasus narkoba. Sayangnya, dalam UU  35/2009 tak ada upaya mengevaluasi terkait keberadaan dan kedudukan BNN.

Baca Juga:

Bagi Nasir, mengevaluasi keberadaan dan kedudukan BNN menjadi keharusan. Menjadi penting soal perlu tidaknya memberikan penguatan secara kelembagaan terhadap BNN berdasarkan hasil evaluasi. Berdasarkan evaluasi pula, dapat mengambil sikap dan mengantisipasi kejahatan narkoba ke depannya.

“Tapi kalau saya lihat dalam UU yang akan direvisi ini, belum ada satu upaya untuk mengevaluasi kedudukan BNN. Jadi kedudukan BNN itu tidak signifikan dalam revisi UU ini,” kritiknya.

Lebih lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpandangan, dalam revisi UU 35/2009 kedudukan BNN tidak menjadi satu organisasi yang melawan kejahatan extra ordinary crime. Sebab, revisi UU 35/2009 cenderung lebih banyak mengatur aspek kesehatan dan rehabilitasi. Karenanya, Nasir menilai tak ada keseriusan pembentuk UU mengevaluasi kedudukan BNN.

“Saya lihat revisi UU Narkotika ini belum sepenuhnya bisa menjawab. Sekali lagi, belum sepenuhnya bisa menjawab darurat narkoba,” tegasnya.

Anggota Komisi III I Wayan Sudirta mengatakan angka peredaran narkotika masuk tahap mengkhawatirkan. Situasi tersebut dikuatkan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) No.2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024.

BNN sebagai lembaga yang menjadi garda terdepan dalam pemberantasan narkoba dengan anggaran yang terus mengalami penurunan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Menurutnya, fakta di lapangan menunjukan banyaknya oknum aparat yang terbukti terlibat dan bekerja sama dengan sindikat narkotika.

Bagi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai perlu adanya terobosan, program luar biasa dan terukur dari instansi pelaksana dalam hal pencegahan, pemberantasan dan rehabilitasi. Yang pasti, I Wayan memilih agar ada penguatan terhadap BNN secara kelembagaan. Seperti adanya peningkatan anggaran dan terobosan-terobosan dalam melaksanakan pencegahan, dan pemberantasan narkoba.

“Kalau memang menjadikan BNN sejenis komisi pemberantasan seperti Komisi Pemberatasan Korusi (KPK), tapi ini ujian, bisa nggak kita buat lembaga seperti KPK. Karena ini (narkoba, red) salah satu yang bahaya seperti teroris dan korupsi,” ujar pria yang berlatar belakang advokat itu.

Sementara mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Slamet Pribadi berpandangan dalam revisi UU 35/2009 perlu adanya keseimbangan antara pengaturan aspek kesehatan dan kriminal. Menurutnya, dalam UU 35/2009 cenderung didominasi pengaturan penghukuman terhadap pengguna.

Padahal klasifikasi pencandu perlu ada rekomendasi dari tim asesmen terpadu agar dimasukkan ke ruang rehabilitasi. Dia sependapat dengan Nasir dan I Wayan perlunya penguatan secara kelembagaan terhadap BNN. Namun begitu, peran pengawasan terhadap laju peredaran narkotika mesti diperketat sebagai bagian dan fungsi pencegahan.

“Perlu memperkuat lembaga BNN,” ujar pensiunan polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi itu.

Tags:

Berita Terkait