Permohonan PKPU Otto Hasibuan ke Joko Tjandra AS$2,5 juta
Utama

Permohonan PKPU Otto Hasibuan ke Joko Tjandra AS$2,5 juta

​​​​​​​Permohonan berkaitan dengan legal fee.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Otto Hasibuan. Foto: RES
Otto Hasibuan. Foto: RES

Sidang perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan advokat senior Otto Hasibuan telah sampai pada agenda jawaban pada Selasa (20/10) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pihak Joko Soegiarto Tjandra selaku pemohon memberikan jawaban atas permohonan PKPU yang berkaitan dengan legal fee tersebut.

Dari dokumen yang diperoleh Hukumonline, kewajiban utang yang dimohonkan Otto ke Joko Tjandra diketahui mencapai AS$2,5 juta. Tagihan sebesar jumlah itu timbul dari hubungan hukum antara pemohon PKPU yaitu Otto Hasibuan dan pihak termohon yaitu Joko Tjandra yaitu hubungan klien dengan advokat.

Perkara ini beradal pada 31 Juli 2020, Joko telah ditangkap dan ditahan Kepolisian berkaitan dengan sejumlah perkara. Oleh karena itu, salah satu anaknya meminta kesediaan Otto untuk menjadi penasihat hukum ayahnya dan selanjutnya memberikan kuasa kepada Otto untuk dapat bertemu dan memberikan bantuan hukum kepada Joko Tjandra.

Setelah mendapatkan kuasa, Otto berakngat menuju Mabes Polri, namun sayang saat di sana sedang dilakukan konferensi pers terkait penangkapan dan serah terima Joko Tjandra kepada Kejaksaan sehingga ia tidak dapat bertemu dengan Joko. Pertemuan baru dilakukan pada 1 Agustus 2020 di Mabes Polri, kemudian Joko memberikan kuasa untuk menjadi penasihat hukumnya dalam rangka menangani perkara di Mabes Polri.

“Bahwa dalam konfirmasi fee tersebut telah disepakati biaya penanganan perkara (legal fee) adalah sebesar AS$2,5 juta juga telah disepakati bahwa legal fee tersebut akan dibayarkan oleh Termohon PKPU (Joko Tjandra) dengan jangka waktu dua hari setelah konfirmasi fee tersebut ditandatangani,” kata kuasa hukum Otto dari kantor ARP & Co dalam dokumen yang diperoleh Hukumonline.

Setelah ditandatangani dokumen tersebut, Otto menyatakan langsung melakukan kewajibannya sebagai kuasa hukum di mana ia memberikan nasihat hukum kepada Joko Tjandra dan selanjutnya ke Lapas Salemba untuk mendapatkan izin bertemu dengan Joko, melakukan pembelaan-pembelaan demi kepentingan hukum Joko Tjandra melalui media, juga memberikan nasihat dan bantuan hukum kepada anak-anak dan menantu Joko Tjandra.

“Bahwa oleh karena Pemohon PKPU telah melaksanakan kewajibannya sebagai kuasa hukum, kemudian pada 18 Agustus 2020 Pemohon PKPU mengajukan tagihan legal fee/invoice sebesar AS$2,5 juta kepada Termohon,” kata Otto dalam permohonannya. (Baca: Otto Hasibuan Ajukan PKPU Terhadap Joko Tjandra)

Tawar menawar

Setelah tagihan legal fee ditagihkan oleh Otto ternyata hingga 24 Agustus 2020 Joko tidak membayarkan biaya tersebut, oleh karenanya Otto menegur dan memberikan waktu selambat-lambatnya tujuh hari terhitung sejak surat teguran diterima. Namun setelah memberikan teguran tiba-tiba pada 25 Agustus 2020 Otto justru menerima surat pencabutan kuasa tertanggal 15 Agustus 2020, surat itu sendiri menurut Otto dikirimkan pada 24 Agustus 2020.

Dalam surat pencabutan tersebut, Joko tidak pernah menyatakan adanya keluhan atau ketidakpuasan sebagai alasan pencabutan kuasa dalam menangani perkara atau permasalahan hukum yang dihadapinya. Kemudian setelah lewat tujuh hari surat teguran Joko tetap tidak melaksanakan kewajibannya, oleh karena itu surat teguran kembali dikirimankan untuk kedua kali dan memberikan tenggang waktu selama tiga hari namun kewajiban tetap tidak dilakukan.

“Bahwa kemudian Termohon PKPU mengirimkan surat kepada Pemohon PKPU tartanggal 31 Agustus 2020, surat tersebut baru Pemohon terima pada 3 September 2020. Adapun isi surat tersebut pada pokoknya menyatakan Termohon PKPU mau membayar tagihan hanya sebesar Rp5 miliar,” tulis permohonan tersebut.(Baca: Melihat Lagi Kronologi Perkara Hak Tagih Bank Bali Joko Tjandra)

Pernyataan tersebut menurut Otto membuktikan bahwa Joko mempunyai utang sebesar AS$2,5 juta namun hanya mau membayar Rp5 miliar. Ada tawar menawar di sini, Otto meminta AS$900 ribu dengan ketentuan jumlah tersebut dibayar sebelum ia mengajukan proses hukum atau selambat-lambatnya delapan hari sejak surat tanggapan diterima.

Namun sampai dengan tenggat waktu yang diberikan Joko Tjandra tetap tidak melaksanakan kewajibannya sehingga utangnya kembali menjadi AS$2,5 juta. “Bahwa perbuatan Termohon PKPU yang tidak melaksanakan kewajibannya meskipun telah jatuh tempo membuktikan benar Termohon PKPU tidak lagi dapat melanjtkan pembayaran utangnya meskipun telah jatuh tempo dan dapat ditagih,” tulis permohonan itu.

Cessie AS$500 ribu

Masalah lain yang timbul dan juga termuat dalam permohonan yaitu adanya pengalihan sebagian nilai piutang (Cessie) sebesar AS$500 ribu dari tagihan legal fee kepada Andrew Winata Khoo yang terbukti dari adanya akte pengalihan piutang yang dibuat oleh notaris. Dan Cessie tersebut telah diberitahukan kepada Joko Tjandra pada 22 September 2020.

Selanjutnya karena Cessie itu telah diberitahukan oleh Otto kepada Joko Tjandra maka menurut Otto terbukti secara sah Andrew Winata Khoo kini merupakan kreditor lain Joko Tjandra. Hal ini sesuai dengan Pasal 613 KUHPerdata, Rapat Kamar Perdata Khusus terkait permasalahan Kepailitan dan PKPU yang dihimpun melalui SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar MA sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan dan beberapa yurisprudensi putusan.

Dengan tagihan legal fee kepada Otto sebesar AS$2 juta, maka pada 23 September ia kembali menegur Joko untuk terakhir kalinya namun kewajiban itu tidak dilaksanakan. Berdasarkan uraian tersebut menurut Otto telah terbukti secara sumir Joko memiliki dua kreditur, memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih.

Setidaknya ada lima petitum yang diajukan Otto dalam permohonan ini, pertama menerima dan mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan seluruhnya, menyatakan Termohon PKPU berada dalam status PKPU bersama seluruh akibat hukumnya, menunjuk dan mengangkat hakim pengawas dari hakim-hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengawasi PKPU. Empat menunjuk dan mengangkat Heribertus Hera Soekardjo, Agus Dwiwarsono, dan Wendy Suyoto, Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada Kementerian Hukum dan HAM sebagai tim pengurus dalam proses PKPU dan kelima menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa pengurus akan ditetapkan kemudian setelah PKPU Utang dinyatakan selesai.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini!

Tags:

Berita Terkait