Perseteruan Produsen Larutan Penyegar Berlanjut
Berita

Perseteruan Produsen Larutan Penyegar Berlanjut

Pemilik Cap Kaki Tiga menuding Cap Badak secara sistematis melakukan permainan curang demi keuntungan sendiri.

HRS
Bacaan 2 Menit

Seiring perjalanan, WKD mensinyalir SBS tidak melakukan perjanjian dengan baik. SBS tidak mendaftarkan etiket dagang Cap Kaki Tiga dengan Lukisan Badak sebagaimana mestinya milik WKD. Justru, SBS mendaftarkan merek Badak yang merupakan salah satu unsur pokok yang merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari merek Cap Kaki Tiga.

SBS tidak membayar royalti secara tepat waktu. Tidak melaporkan laporan produksi atau penjualan produk-produk menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara periodik. Serta SBS juga menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.

Melihat hal ini, WKD pun merevisi surat penunjukan tertanggal 8 Februari 1978. Lalu membuat sebuah perjanjian lisensi lengkap. Namun, SBS tidak sepakat. Alhasil, WKD berhenti bekerja sama dengan SBS pada 2008  dan memberikan lisensi ekslusif kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (KEK) pada 2011.

Kuasa Hukum SBS Arif Nugroho membantah tudingan-tudingan yang dilakukan WKD. SBS tidak berupaya menghancurkan bisnis dan pasar produk Larutan Cap Kaki Tiga. WKD malah dituding mengacaukan pasar Larutan Penyegar Cap Badak. Soalnya, Cap Kaki Tiga masih menjual produk-produknya dengan menggunakan unsur-unsur merek Cap Badak.

Terkait tudingan adanya upaya sistematis yang dilakukan SBS untuk menguasai gambar badak dengan menghilangkan Cap Kaki Tiga, Arif lagi-lagi membantah. Menurut Arif, pada awalnya SBS dan WKD memang terjadi kesepakatan untuk mendaftarkan merek Cap Kaki Tiga. Namun, WKD tidak meminta SBS untuk mendaftarkan Cap Kaki Tiga beserta gambar badak dan tulisan larutan penyegar dalam bahasa Indonesia dan Arab. WKD hanya meminta mendaftarkan logo Cap Kaki Tiga.

“Jadi, sah-sah saja jika SBS mendaftarkan gambar badak dan tulisan penyegar. Lagi pula saat itu, WKD memang tidak ada gambar badaknya,” ujar Arif ketika dihubungi hukumonline, Rabu (20/2).

Menengahi hal ini, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi melihat pertikaian mengenai hak kekayaan intelektual dengan persaingan usaha adalah isu yang sangat rawan. Menurutnya, pertikaian ini memang tidak dapat dipisahkan secara tegas. Perlu sikap yang hati-hati dalam melihat isu ini.

Untuk itu, Nawir meminta agar majelis hakim mempertimbangkan aspek persaingan usaha ketika memutus perkara hak kekayaan intelektual. Soalnya, implikasi putusan tersebut dapat mengubah struktur pasar yang berbeda. Sehingga dapat merusak iklim usaha dan mengarah pada praktik monopoli di pasar.

“Irisannya sangat kuat. Untuk itu, perlu diperhatikan aspek persaingan usahanya,” jelas Nawir ketika dihubungi hukumonline.

Tags:

Berita Terkait