Perubahan UU ITE Tidak Tetapkan Batasan “Data Pribadi”
Berita

Perubahan UU ITE Tidak Tetapkan Batasan “Data Pribadi”

Luasnya cakupan “sistem elektronik” dalam amandemen UU ITE dapat berdampak serius kepada hampir seluruh badan usaha di Indonesia.

Oleh:
RP (Hukumonline English)
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Apabila ada undang-undang yang implementasinya selalu diikuti kontroversi, bisa jadi undang-undang tersebut adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebut saja kasus yang dialami Prita Mulyasari, Florence Sihombing, Ervani Emy Handayani, Benny Handoko, dan M. Arsyad, yang menjadi pusat perhatian masyarakat terkait pengenaan sanksi pidana UU ITE. Selain itu, permasalahan yang timbul dari UU ITE pun terjadi pada dunia usaha, khususnya jasa telekomunikasi.

Menjawab permasalahan ini, pada tanggal 27 Oktober 2016 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU ITE (Amendemen). Melalui Amendemen ini, beberapa ketentuan UU ITE diubah, termasuk ketentuan terkait penyelenggara sistem elektronik, kewenangan pemerintah dalam mengawasi sistem elektronik, privacy rights, prosedur investigasi pidana, dan tindak pidana ITE. Beberapa pihak terbelah dalam menyikapi Amendemen UU ITE.

Beberapa pihak terbelah dalam menyikapi Amendemen UU ITE. Sebagian mengatakan telah sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada, sebagian lain menganggap suatu langkah mundur. (Baca Juga: Kewenangan Pemerintah Blokir Konten Internet Makin Kuat?)

Melalui edisi Indonesian Law Digest (ILD) edisi 480 yang berjudul Bill on the Amendment to the ITE Law: A Lukewarm Attempt at Amelioration, Hukumonline English mencatat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan pada Amendemen UU ITE yang berdampak luas, baik kepada masyarakat maupun pelaku usaha.

Dampak itu antara lain, luasnya cakupan “sistem elektronik” yang dapat berdampak serius kepada hampir seluruh badan usaha di Indonesia. Selain itu, diperkenalkannya konsep “Right To be Forgotten” di Indonesia sebagai upaya perlindungan hak pribadi. (Baca Juga: Penerapan ‘Right To Be Forgotten’ dalam UU ITE Dinilai Tak Relevan)

Namun sayang, Amendemen tidak menetapkan batasan terhadap penggunaan upaya ini serta cakupan yang dimaksud dengan “data pribadi”, yang lagi-lagi dapat berdampak serius kepada masyarakat luas dan pelaku usaha. Hal-hal ini kami bahas secara mendalam dan komprehensif pada ILD yang telah diterbitkan pada tanggal 18 November 2016.

Tidak ketinggalan, Hukumonline English pada edisi ILD kali ini juga menguraikan perubahan-perubahan signifikan terkait tindak pidana UU ITE, khususnya klarifikasi pidana penghinaan melalui sistem elektronik pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE. (Baca Juga: 5 Alasan ICJR dan LBH Pers Tolak UU ITE Hasil Revisi)

Terkahir, ILD kali ini juga akan mengelaborasi beberapa putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi latar belakang diubahnya beberapa ketentuan oleh Amendemen UU ITE. Untuk mengetahui lebuh jauh terkait “Bill on the Amendment to the ITE Law: A Lukewarm Attempt at Amelioration”, silakan baca selengkapnya di sini.
ILD merupakan analisis mingguan mendalam mengenai peraturan perundang-undangan dan perkembangan hukum yang memiliki dampak yang signifikan pada sektor bisnis. ILD disajikan dalam Bahasa Inggris dan ditulis oleh tim Hukumonline English.
Tags:

Berita Terkait