Perusahaan Tak Boleh Membalas Mogok Kerja yang Sah
Berita

Perusahaan Tak Boleh Membalas Mogok Kerja yang Sah

Tindakan mutasi dan PHK terhadap para pekerja yang mogok kerja dinyatakan batal demi hukum.

Ady
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta. Foto: SGP
Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta. Foto: SGP

Ini adalah pelajaran bagi perusahaan yang para pekerjanya sedang melakukan mogok kerja. Jangan sekali-sekali melakukan mutasi atau memutuskan hubungan kerja pekerja yang sedang mogok kerja sesuai peraturan. Karena bila dibawa ke pengadilan, hakim akan menyatakan mogok kerja dan pemutusan hubungan kerja itu batal demi hukum.

Demikian intisari putusan majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta dalam perkara antara Edy Permana dan enam rekannya melawan PT Shandy Putra Makmur (SPM), sebuah perusahaan penyedia tenaga pengamanan.

Majelis hakim yang diketuai Kartim Haeruddin dengan anggota Tri Endro dan Sinufa Zebua, Rabu (13/6) menyatakan mutasi dan PHK yang dilakukan perusahaan terhadap Edy Permana dkk, batal demi hukum. Soalnya, hakim menilai mutasi dan PHK itu adalah sebuah tindakan balasan atas aksi mogok kerja Edy Permana dkk.

Mengacu bukti dan fakta persidangan, majelis hakim menemukan fakta bahwa mogok kerja Edy dkk sudah dilakukan sesuai prosedur UU Ketenagakerjaan. Yaitu dilakukan akibat gagalnya perundingan seperti diatur dalam Pasal 137 UU Ketenagakerjaan.

Selain itu, syarat pemberitahuan tujuh hari sebelum pelaksanaan mogok kerja sebagaimana Pasal 140 UU Ketenagakerjaan juga sudah terpenuhi. Edy dkk bersama serikat pekerja menyampaikan surat pemberitahuan yang ditujukan kepada lembaga terkait seperti pihak manajemen PT SPM, Disnakertrans dan Polda Metro Jaya. Atas dasar itu majelis hakim menilai aksi mogok yang dilakukan sudah sah secara hukum.

Karena aksi mogok itu dinyatakan sah, maka ada konsekuensi hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 144 UU Ketenagakerjaan. Dalam ketentuan itu majelis menyebut pengusaha dilarang mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan. Pengusaha juga dilarang memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Berdasarkan bukti yang diajukan, majelis mengatakan tergugat terbukti melakukan tindakan balasan. Yaitu berupa mutasi dan PHK kepada para penggugat yang melakukan mogok kerja sehingga dinilai melanggar Pasal 144 UU Ketenagakerjaan.

Lebih lanjut majelis mengatakan karena PHK yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka dapat dikatakan sebagai PHK sepihak dan tidak adil. Mengacu Pasal 155 ayat (1), maka akibat hukum yang ditimbulkan tidak pernah ada dan dengan demikian hubungan kerja antara penggugat dan tergugat tidak putus.

Diputuskan oleh pengadilan
Namun demikian, lanjut hakim, berdasarkan fakta dan bukti yang diajukan kedua pihak dalam persidangan, majelis berpendapat hubungan kerja sudah tidak harmonis. Pasalnya, majelis melihat sudah tidak ada komunikasi yang baik antar kedua belah pihak.

Atas dasar itu majelis berpendapat jika hubungan kerja tetap dipertahankan maka perseteruan atau permusuhan antar keduanya akan terjadi. Sehingga majelis berpendapat hubungan kerja harus diputus lewat putusan pengadilan.

Dengan diputusnya hubungan kerja maka perusahaan wajib membayar kompensasi dan hak lainnya kepada Edy dkk sebagaimana Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Total kompensasi yang harus dibayar lebih dari Rp425 Juta. “Menghukum tergugat untuk membayar uang kompensasi sebagai akibat PHK tersebut secara tunai,” kata Kartim ketika membacakan putusan di ruang sidang I PHI Jakarta, Rabu (13/6).

Menanggapi putusan itu, kuasa pihak pekerja, Singgih D Atmadja mengatakan putusan majelis sudah cukup baik. Walau putusan itu tidak sesuai dengan gugatan utama pekerja, yaitu bekerja kembali, namun Singgih menyebut yang terpenting adalah majelis hakim menyatakan pihak manajemen terbukti melakukan tindakan balasan atas aksi mogok kerja yang dilakukan secara sah oleh pekerja.

“Putusan hakim membuktikan ada union busting yang dilakukan oleh PT SPM,” kata Singgih kepada hukumonline di PHI Jakarta, Rabu (13/6).

Ketika ditanya apakah pihak pekerja sudah menerima putusan tersebut, Singgih belum dapat memastikan. Pasalnya, harus dibicarakan terlebih dahulu dengan Edy dkk sebelum diputuskan langkah yang akan ditempuh selanjutnya, apakah kasasi atau menerima putusan.

Sementara kuasa pihak manajemen, Sofyan Thamrin, tak banyak komentar. Dia menyebut masih butuh waktu untuk memutus apakah akan melakukan kasasi atau tidak. “Sementara waktu kita pikir-pikir dulu,” ujarnya.

Tags: