Platform Koneksi, Terobosan Penanganan Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum
Utama

Platform Koneksi, Terobosan Penanganan Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum

Platform Justika/Koneksi ini menjadi jalan keluar bagi korban untuk mengadu atau bercerita lebih cepat dengan chat dan advokat mengarahkan mereka apa yang harus diperjuangkan. Bantuan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan tindakan penting yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Hukumonline.com

Ketua Dewan Pengurus Apeksi Bima Arya Sugiarto.

Jaksa Fungsional pada Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Sesjampidum) Erni Mustikasari menilai melalui platform Koneksi, diharapkan menjadi angin segar bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. Terlebih, Kejaksaan Agung telah menerbitkan Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Terhadap Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Beleid yang mengikat internal Korps Adhiyaksa ini menjadikan penanganan perkara perempuan dan anak menjadi lebih baik, tak hanya bagi penuntut umum, tapi juga mitra pendamping di seluruh Indonesia.

“Pada akhirnya ada terobosan hukum acara dan ini perlu disampaikan ke dan dibicarakan ke Mahkamah Agung (MA),” ujarnya.

Baginya, Pedoman Kejaksaan 1/2021 menjadi acuan bagi jaksa melakukan pemeriksaan di luar persidangan, berita acara pemeriksaan, jarak jauh dan merekam secara elektronik. Meskipun telah diatur dalam UU eksisting (UU PKDRT dan UU Perlindungan Anak, red), hanya saja aparat penegak hukum tak optimal menerapkan UU tersebut. Nah melalui Pedoman Kejaksaan 1/2021 diatur irisan terminologi yang terdapat di banyak UU yakni terminologi perkosaan, kekerasan seksual, pencabulan, dan penelantaran.

“Kalau banyak terminologi menyulitkan penegak hukum dan terjadi kesalahan penerapan hukum serta jauh dari penegakan hukum yang adil bagi korban,” kata dia.

Hukumonline.com

Jaksa Fungsional pada Sesjampidum Erni Mustikasari.

Senior Advisor Justika.com, Ade Novita melihat akses bantuan hukum bagi korban KDRT semakin terhambat sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Karenanya, Hukumonline Group, Justika.com, dan The Asia Foundation mengembangkan platform khusus untuk membantu korban KDRT agar dapat berdaya memperjuangkan hak asasinya, hak hidup aman dan nyaman, tanpa ancaman kekerasan yang dibantu para advokat andal dan terpercaya.

“Harapannya korban KDRT tidak lagi pasrah dan berdiam diri, tapi dapat menceritakan masalahnya melalui chat dan diberi petunjuk oleh para advokat bagaimana menentukan langkah pengamanan diri, apa saja upaya hukum yang dapat ditempuh dan bagaimana memperbaiki kehidupannya ke depannya,” kata Ade.

Ade menilai bantuan hukum bagi perempuan korban KDRT merupakan tindakan penting yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi karena korban biasanya dalam keadaan tertekan, trauma, dan khawatir. Karenanya dibutuhkan kemampuan menjadi konseling yang mesti dimiliki advokat atau para pendamping. Keduanya harus memiliki keterampilan, kemampuan mendengar, empati, tak menghakimi, hingga mampu memecahkan masalah.

Tags:

Berita Terkait