Plus-Minus Omnibus Law Cipta Kerja di Mata Advokat
Utama

Plus-Minus Omnibus Law Cipta Kerja di Mata Advokat

Adanya perbedaan pandangan merupakan hal yang normal. Tentu saja, saluran bagi aspirasi dan masukan harus dibuka oleh pemerintah dan DPR.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Akademisi Ini Kritik Cara Penyusunan RUU Cipta Kerja)

 

Fikri menjabarkan, dari data yang disampaikan Pemerintah saat ini terdapat 8.486 peraturan pusat, 14.815 peraturan menteri, 4.337 peraturan lembaga, dan 15.966 peraturan daerah, dengan total keseluruhan berjumlah 43.604 peraturan. “Jumlah tersebut rasanya cukup menggambarkan bagaimana kerumitan regulasi di Indonesia,” tegas Fikri.

 

Pembentukan Omnibus Law sendiri nantinya diharapkan dapat menarik investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hingga saat ini, setidaknya terdapat dua Omnibus Law yang sedang dirancang pemerintah, yaitu: RUU tentang Cipta Kerjadan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

 

RUU Cipta Kerja yang disusun pemerintah dengan metode Omnibus Law misalnya, dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dengan cara yang tidak biasa.

 

Terkait dengan kekhawatiran dari sejumlah aktivis lingkungan, Fikri menilai bahwa kerja keras pemerintah untuk kemudahan berusaha bukan berarti tidak memerhatikan dampak atau perlindungan terhadap lingkungan. “Keberpihakan terhadap lingkungan harus tetap dipertahankan, namun orientasinya diarahkan pada penguatan pengawasan, bukan lagi formalitas yang tidak substantif,” ujarnya.

 

Meski demikian, Fikri menyatakan bahwa penghapusan ancaman pidana sehubungan dengan kesalahan dalam pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), serta penghapusan ancaman pidana terhadap beberapa tindakan pelanggaran lingkungan, perlu ditinjau kembali nanti di DPR.

 

Fikri mengapresiasi langkah pengelolaan perizinan melalui OSS dan rencana penguatannya. OSS akan menciptakan transparansi, keseragaman dan kepastian hukum bagi masyarakat yang akan menjalankan usaha. Karena itu, terobosan penerbitan izin melalui sistem OSS perlu didukung oleh reformasi kerangka hukum di tingkat undang-undang.

 

Senior Partner AHP lainnya, Chandra M. Hamzah, menyorot poin menarik lainnya dalam materi muatan Omnibus Law, yaitu mengenai pengenaan sanksi. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa iklim usaha sangat dipengaruhi oleh praktik kriminalisasi terhadap sektor privat, baik kriminalisasi oleh peraturan maupun kriminalisasi oleh aparat penegak hukum.

Tags:

Berita Terkait