Beberapa waktu lalu, dunia dihebohkan dengan dicabutnya status tuan rumah Indonesia dalam ajang Piala Dunia U-20 2023 oleh FIFA. Usut punya usut, disinyalir alasan FIFA karena penolakan Indonesia terhadap keikutsertaan Tim Israel yang kemudian mendulang atensi besar di masyarakat Indonesia. Melihat ramainya isu ini, mendorong Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FH UP) menggelar Kuliah Umum bertajuk “Isu Palestina dalam Perspektif Hukum Internasional”.
“Kita kedatangan seorang narasumber utama membahas isu yang happening now, isu Palestina. Karena ini Fakultas Hukum, yang hadir keluarga besar FH UP dan Universitas lain. Pak Dirjen akan memberi pencerahan isu Palestina, tetapi dari perspektif hukum internasional. Mudah-mudahan kita mendapat pencerahan luar biasa dari beliau,” ujar Dekan FH Universitas Pancasila Prof. Eddy Pratomo, dalam sambutannya, Jum’at (15/4/2023).
Dekan FH Universitas Pancasila Prof Eddy Pratomo.
Tidak perlu terlalu jauh ke permasalahan pencabutan status tuan rumah Indonesia dalam Piala Dunia, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani menuturkan pentingnya memahami terlebih dahulu sejarah panjang dan posisi Indonesia sendiri dalam isu ini. Pasalnya, banyak orang yang terbawa dengan emosi hingga luput mengetahui berbagai hal menyeluruh sebelum membahas isu Palestina-Israel secara lebih mendalam.
“Posisi Indonesia per hari ini, pertama, kita tidak ada pilihan lain kecuali menerima two state solution. This is a fact of life, kenyataan. Malangnya, per hari ini two state solution pun Israel ndak mau (two state solution),” ungkap Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani dalam pemaparannya.
Baca Juga:
- Pakar Hukum: Masalahnya Arogansi FIFA, Bukan Aspirasi Israel
- Gara-Gara Israel, Indonesia Harus Gugat Arbitrase FIFA ke CAS
- 3 ‘Dosa’ FIFA yang Jadi Dasar Arbitrase Masalah Piala Dunia U-20
Bagi Indonesia konsep dari two state solution harus sesuai dengan international parameter sesuai hukum internasional yang berlaku. “Sekedar informasi, per hari ini kalau Gaza sudah dilepas oleh Israel walau dia dianggap sebagai wilayah dia, tetapi Israel sama sekali tidak pernah masuk dan semua mengatur sendiri,” kata dia.
Meski begitu, Abdul menuturkan terlepas dari mengatur sendiri Gaza menghadapi berbagai keterbatasan seperti ketiadaan makanan ataupun supply. Hal itu menjadikannya seolah-olah bagaikan suatu penjara besar bagi ratusan ribu masyarakat Palestina. Hingga sekarang, Indonesia masih memposisikan diri memandang Jerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina.