Potret 5 Tahun Berlakunya UU Jaminan Produk Halal
Berita

Potret 5 Tahun Berlakunya UU Jaminan Produk Halal

Masih terdapat kekurangan jumlah personil BPJPH berupa verifikator dan pengawas layanan jaminan produk halal. Sejumlah regulasi di tingkat kementerian agama masih dirampungkan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sudah lima tahun UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal berlaku dan  menjadi payung hukum dalam menjaga dan memberi perlindungan bagi masyarakat, khususnya dalam mengkonsumsi produk makanan dan obat-obatan yang halal. Sejumlah aturan turunan pun telah diterbitkan pemerintah. Lantas, apa saja yang sudah dilakukan pemerintah sepanjang 5 tahun berlakunya UU Jaminan Produk Halal ini?

 

Menteri Agama Lukmah Hakim Saifuddin mengatakan dalam rangka melaksanakan amanat UU 33/2014, dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). BPJPH berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Dalam rangka melaksanakan wewenang penyelenggaraan jaminan produk halal, BPJPH bekerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, seperti Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

Menjalankan amanat UU 33/2014, dibangunlah infrastruktur berupa pengembangan sistem informasi manajemena halal dan alat pengolah data. Selain itu, melakukan pembangunan gedung Pusat Layanan Halal yang dibiayai melalui surat berharga syariah negara (SBSN). Berdasarkan Keputusan Menteri Agama No.719 Tahun 2018, ditetapkan Pusat Layanan Halal pada BPJPH yang berlokasi di Pondok Gede, Jakarta Timur.

 

“Pembangunan Gedung Pusat Layanan Halal saat ini dalam tahap penyelesaian pekerjaan oleh konsultan perencana,” ujar Lukman sebagaimana dikutip dalam bahan materi rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII di Komplek Gedung Parlemen, belum lama ini. Baca Juga: PP Jaminan Produk Halal Masih Tunggu Infrastruktur Pendukung

 

Lukman mengatakan persiapan suprastruktur antara lain penyusunan regulasi pelaksana UU 33/2014. Pertama, rancangan regulasi pelaksana UU Jaminan Produk Halal yang telah disahkan yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 33/2014. Kedua, Peraturan Menteri Agama (PMA) No.39 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan BPJPH. Ketiga, Keputusan Menteri Agama (KMA) No.719 Tahun 2018 tentang Pusat Layanan Halal pada BPJPH.

 

Sementara aturan pelaksana yang sedang digarap antara lain rancangan PMA (RPMA) tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Kemudian RPMA tentang Produk yang Belum Bersertifikat Halal pada 17 Oktober 2019 dan Penahapan Jenis Produk yang Wajib bersertifikat Halal. Tak hanya itu, masih terdapat RKMA tentang Bahan yang Berasal dari Tumbuhan, Hewan, Mikroba, dan Bahan yang Dihasilkan melalui Proses Kimiawi Proses Biologi, atau Proses Rekayasa Genetik yang Diharamkan Berdasarkan Fatwa MUI. Terakhir, RKMA tentang Jenis Produk Wajib bersertifikat Halal.

 

“Rancangan regulasi berupa RPMA yang telah disusun siap untuk dilakukan uji sahih agar diperoleh kajian dan masukan bahwa RPMA telah sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan dunia usaha,” ujarnya.

 

Menurutnya, penyusunan standar halal antar negara telah dilaksanakan atas dasar kerja sama BPJPH dengan Badan Standar Nasional (BSN) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang sistem manajamen halal, pemotongan halal pada unggas dan ruminansia, serta tentang rumah potong hewan.

 

Kemudian soal pengelolaan keuangan BPJPH dan kerja sama dengan kementerian serta lembaga terkait menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka mengembangkan penyelenggaraan jaminan produk halal di tanah air. Selain itu, BPJPH menetapkan label halal Indonesia yang berlaku nasional menjadi kewenangannya.

 

Kondisi internal BPJPH, kata Lukman, masih memerlukan penambahan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi seusai dengan kebutuhan layanan registrasi dan sertifikasi halal. Tentunya dimulai dengan pemetaan kebutuhan SDM pada BPJPH, antara lain verifikator dan pengawas jaminan produk halal.

 

Verifikator bertugas menerima permohonan pendaftaran sertifikasi halal dari pelaku usaha  untuk diverifikasi, sebelum dilakukan pemeriksaan dan pengujian produk halal oleh LPH. Sementara pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan UU 33/2014.

 

Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong menilai keberadaan UU 33/2014 semestinya terus didorong untuk dilaksanakan secara optimal. Tentunya dengan berbagai aturan turunan agar bisa diimplemetasikan segera. Pasalnya, banyak para pelaku usaha yang menunggu aturan turunan terkait dengan jaminan produk halal ini.

 

Anggota Komisi VIII DPR, Deding Ishak menambahkan UU 33/2014 menjadi persoalan lantaran berbagai aturan turunan pelaksana tidak juga terbit. Akibatnya, selama beberapa tahun, UU Jaminan Produk Halal tidak dapat diimplementasikan. Namun, dua tahun belakangan muncul aturan turunan menjadi tanda positif bakal berjalannya pelaksanaan UU tersebut di masyarakat.

Tags:

Berita Terkait