PP Jaminan Produk Halal Masih Tunggu Infrastruktur Pendukung
Berita

PP Jaminan Produk Halal Masih Tunggu Infrastruktur Pendukung

Terbitnya PP 31/2019 menjadi pedoman pelaksana dalam memberi jaminan produk halal dan memudahkan para pelaku usaha.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) resmi diteken Presiden Jokowi pada 29 April. PP bernomor 31 Tahun 2019 ini resmi diundangkan dalam lembaran negara pada 3 Mei 2019. Namun, lebih dari dua pekan, materi muatan PP JPH belum dipublikasikan kepada masyarakat.

 

Informasi yang kami terima soal PP, kami baru terima infonya yang telah ditandatangani presiden,” ujar Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII dengan Kementerian Agama, Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan (BPOM) di Gedung DPR Jakarta, Kamis (16/5/2019).

 

Sebelumnya, saat perumusan RPP JPH ini, MUI telah melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo terkait muatan materi pada Februari 2018, khususnya terkait  kewenangan MUI memberi penetapan fatwa halal terhadap setiap produk sesuai pedoman dan SOP yang berlaku di MUI. Bagi MUI, kata Lukman, pengaturan tata cara penetapan sertifikasi auditor halal menjadi keharusan yang diatur dalam PP.

 

“Meskipun sudah diundangkan PP 31/2019, MUI belum mendapatkan bentuk PP tersebut,” kata Lukman

 

Sama halnya dengan MUI, Kepala BPOM Penny K Lukito mengaku belum mendapat salinan draf PP tersebut. BPOM bakal melaksanakan aturan pelaksana UU 33/2014 itu. BPOM pun bakal siap bekerja sama dengan lembaga dan institusi lain dalam memberikan jaminan produk halal dengan melakukan pengawasan ketat.

 

“Seteah diberlakukan PP 31/2019, mandatory dan pengaturan yang dibutuhkan oleh produk makanan dan obat-obatan disesuaikan dengan produsen. Setelah diberlakukan PP 31/2019, kami siap bekerja sama dengan institusi manapun,” tegasnya.

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, TB Ace Hasan Syadzily mengatakan terbitnya PP 31/2019 menjadi pedoman pelaksana dalam memberi jaminan produk halal. Karenanya, semua lembaga terkait dalam pengelolaan jaminan produk halal harus mengetahui muatan materi PP tersebut. Bila lembaga terkait belum membaca dan mengetahui materi muatan PP ini, akan sulit mengelola jaminan produk halal secara optimal.

 

“Kami juga belum menerima PP 31/2019. Bagaimana mungkin lembaga terkait dapat bekerja?”

 

Politisi Partai Golkar itu berharap pengaturan teknis jaminan produk halal bakal memudahkan para pelaku usaha. Begitu pula bagi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang nantinya bekerja sama dengan MUI, lembaga pemeriksa halal dan lembaga terkait dalam memberi jaminan produk halal.

 

Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin berjanji materi PP 31/2019 nantinya bakal dipublikasikan ke masyarakat. Yang pasti, pemerintah sedang mempersiapkan infrastrukturnya terlebih dahulu. Mulai pengembangan sistem manajemen dan alat pengolah data. Menurutnya, teknologi informasi pun menjadi kebutuhan organisasi pemerintah. Teknologi berbasis aplikasi menjadi kerangka dalam layanan publik pemerintah.

 

Nantinya, BPJPH mengembangkan sistem informasi manajemen halal untuk mendukung layanan registrasi dan sertifikasi halal yang efektif dan efisien. Efektif dalam hal pencapaian target kerja dan efisien berarti proses yang dilakukan hemat waktu, hemat biaya, dan hemat langkah.Selain itu pembangunan Gedung Pusat Layanan Halal yang dibiayai melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),” kata Lukman. 

 

Selain penyusunan aturan pelaksana UU Jaminan Produk Halal seperti PP 31/2019, ada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Prodük Halal. Selain itu, ada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 719 Tahun 2018 tentang Pusat Layanan Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Prodük Halal.

 

Tak hanya itu, terdapat rancangan aturan pelaksana UU 33/2014 yang lain yang sedang disusun. Pertama, Rancangan Peraturan Menteri Agama  (RPMA) tentang Penyelenggaraan Jaminan Prodük Halal; RPMA tentang Prodük yang Belum Bersertifikat Halal pada 17 Oktober 2019; dan Penahapan Jenis Prodük yang Wajib Bersertifikat Halal. Kedua, RKMA tentang Bahan yang Berasal dari Tumbuhan, Hewan, Mikroba, dan Bahan yang Dihasilkan melalui Proses Kimiawi, Proses Biologi, atau Proses Rekayasa Genetik yang Diharamkan berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

 

Ketiga, RPMA tentang Jenis Prodük Wajib Bersertifikat Halal. “Rancangan regulasi berupa RPMA yang telah disusun, siap untuk dilakukan uji shahih agar diperoleh kajian dan masukan bahwa RPMA dimaksud telah sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan dunia usaha,” katanya.

Tags:

Berita Terkait