PP Pelindungan ABK Telah Terbit, Mantan ABK Cabut Gugatan PTUN
Terbaru

PP Pelindungan ABK Telah Terbit, Mantan ABK Cabut Gugatan PTUN

Gugatan ke PTUN dicabut karena pemerintah telah menerbitkan PP No.22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. BAS
Ilustrasi. BAS

Mantan buruh migran yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal penangkapan ikan berbendera asing, Jati Puji Santoso dkk, telah mencabut gugatannya di PTUN Jakarta pada 15 Juni 2022 kemarin. Sebelumnya, gugatan itu ditujukan kepada Presiden RI. Melalui penelusuran SIPP PTUN Jakarta, Jati Puji Santoso dkk mendaftarkan gugatan pada 31 Mei 2022 dengan nomor perkara 145/G/TF/2022/PTUN.JKT.

Kuasa Hukum Jati Puji Santoso dkk, Viktor Santoso Tandiasa, mengatakan gugatan itu dicabut karena pemerintah telah menerbitkan PP No.22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran pada 8 Juni 2022. Gugatan dicabut karena objek gugatan telah gugur setelah terbitnya PP tersebut.

“Namun demikian, tentu PP ini perlu kita dalami dulu guna memastikan apakah sudah sesuai ekspektasi kita dan apakah benar akan mampu memberikan perlindungan bagi ABK migran Indonesia. Jika ternyata banyak yang belum memenuhi harapan, kita bisa melakukan pengajuan uji materiil ke Mahkamah Agung,” kata Viktor dalam keterangannya, Rabu (15/6/2022).

Baca Juga:

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto Suwarno, mengatakan pencabutan gugatan ini tak akan melonggarkan upaya SBMI untuk terus membela dan memperjuangkan hak-hak ABK. Sejak tahun 2013 sampai akhir 2021, SBMI menerima sebanyak 634 pengaduan kasus dugaan pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia.

Hariyanto menegaskan organisasinya berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan PP No.22 Tahun 2022 agar sesuai harapan. “PP ini sangat penting. Tapi yang lebih penting adalah pemulihan hak para ABK. Di luar persidangan, kami akan tetap melakukan upaya ke Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengejar perusahaan-perusahan yang melanggar hak-hak para ABK,” kata Hariyanto.

Sebagai salah satu penggugat, Jati Puji Santoso, menyebut gugatan yang mereka layangkan sebelumnya ke PTUN Jakarta itu dilakukan karena pemerintah lamban dan tak kunjung mengesahkan peraturan turunan UU No.18 Tahun 2018 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan ABK. Kekosongan hukum yang terjadi selama ini memperparah karut marut tata kelola perekrutan dan penempatan ABK perikanan migran Indonesia.

Persoalan itu juga menyebabkan semakin banyak ABK Indonesia yang menjadi korban perbudakan di kapal-kapal ikan asing. “Karena tuntutan kami sudah dipenuhi, sudah tentu gugatan ke PTUN kami cabut. Namun, perjuangan kami tidak akan berhenti di sini. Kami masih akan terus memperjuangkan hak-hak kami yang belum terbayarkan,” kata Jati.

Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Afdillah, berharap hadirnya PP No.22 Tahun 2022 mampu menjadi instrumen ampuh untuk melindungi ABK sejak proses rekrutmen, penempatan, selama bekerja hingga kembali pulang ke Indonesia. Aturan ini juga harus menjadi acuan bagi perusahaan yang akan merekrut dan menempatkan ABK migran di kapal-kapal perikanan asing.

“Apresiasi setinggi-tingginya pada ketiga rekan mantan ABK kita. Butuh keberanian untuk maju melawan dan menggugat Presiden RI, bukan hanya demi memperjuangkan diri sendiri, tapi juga ribuan teman-teman ABK migran lainnya yang bernasib serupa. Mereka layak disebut pahlawan,” imbuh Afdillah.

Tags:

Berita Terkait