PPATK Jamin Perpres Beneficial Ownership Tak Ganggu Iklim Kemudahan Berusaha
Utama

PPATK Jamin Perpres Beneficial Ownership Tak Ganggu Iklim Kemudahan Berusaha

​​​​​​​Keberadaan Perpres bertujuan untuk melindungi korporasi dan pemilik manfaat yang beriktikad baik.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Acara diseminasi Perpres Beneficial Ownership di Jakarta, Selasa (27/3). Foto: DAN
Acara diseminasi Perpres Beneficial Ownership di Jakarta, Selasa (27/3). Foto: DAN

Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Presiden (Prepres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Atas Korporasi Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Terorisme (Perpres Beneficial Ownership). Perpres ini memuat pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat atau Beneficial Ownership (BO) dari suatu korporasi sehingga diperoleh informasi mengenai BO yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum.

 

Dengan ditetapkannya Perpres BO, maka korporasi wajib menilai sendiri, menetapkan serta mengungkapkan pemilik manfaat dari korporasi dimaksud. Baik orang perorangan yang tercantum dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang maupun orang perorangan yang tidak tercantum dalam dokumen resmi namun tetap memiliki sejumlah kemampuan.

 

Dengan adanya Perpres ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjamin tidak akan mengganggu iklim investasi dan kemudahan berusaha (ease of doing business), khususnya dalam pendirian koporasi. Hal ini dikarenakan informasi mengenai pemilik manfaat atau BO, bukan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh pengesahan korporasi oleh otoritas yang berwenang.

 

“Justru sebaliknya, penetapan dan implementasi Perpres BO akan mendorong terwujudnya korporasi yang berintegritas dan jauh dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme,” ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Jakarta, Selasa (27/3).

 

Selanjutnya, Kiagus menyebutkan, terdapat beberapa klasifikasi orang perorangan yang tidak tercantum dalam dokumen resmi korporasi namun memiliki sejumlah kemampuan dalam menentukan beberapa hal strategis terhadap korporasi. Klasifikasi tersebut yakni; menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi; mengendalikan korporasi; berhak dan/atau menerima manfaat dari korporasi; serta langsung atau tidak langsung merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi.

 

Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebutkan bahwa terdapat beberapa kasus yang pernah ditangani KPK menunjukkan bahwa adanya peran pemilik manfaat pada sebuah korporasi. “Dalam kasusnya Nazaruddin kami menemukan 35 perusahaan yang memiliki hubungan dengan Nazaruddin meskipun Namanya tidak berada dalam dokumen resmi perusahaan. Begitu juga dengan (kasus) Akil Mochtar,” terang Laode.

 

Ketua Tim Penyusun Rancangan Perpres Beneficial Ownership, Yunus Husein menambahkan, terdapat karakteristik pemilik manfaat pada tiap-tiap jenis korporasi yang berbeda-beda serta diatur secara khusus dan terperinci. Kriteria tersebut antara lain; memiliki saham lebih dari 25% pada korporasi sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; memiliki hak suara lebih dari 25% pada korporasi sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; menerima keuntungan lebih dari 25% dari keuntungan pertahunnya; memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris; memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi korporasi tanpa harus mendapat otoritas dari pihak manapun; penerima manfaat dari korporasi; serta merupakan pemiliki sebenarnya dari dana atas kepemilikan korporasi.

Tags:

Berita Terkait