Presiden Jangan Takut Dimakzulkan
Utama

Presiden Jangan Takut Dimakzulkan

Seiring dengan amandemen UUD 1945 proses pemakzulan tidak lagi kental nuansa politiknya. Multipartai jadi kendala.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang promosi doktor Hamdan Zoelva di<br>Universitas Padjajaran. Foto: Rzk
Suasana sidang promosi doktor Hamdan Zoelva di<br>Universitas Padjajaran. Foto: Rzk

“Pemakzulan adalah peristiwa tata negara yang berdimensi politik”. Demikian satu dari tiga kesimpulan inti disertasi Hamdan Zoelva. Disertasi ini diuji dan coba dipertahankan Hamdan di hadapan sidang terbuka promosi doktor yang dipimpin oleh Prof Huala Adolf. Dalam sidang, Hamdan juga harus berhadapan dengan tim promotor dan tim oponen yang diisi oleh para ahli hukum tata negara bergelar profesor.

 

Di komposisi tim promotor, misalnya, terdapat mantan Ketua MA yang sekarang menjabat Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Sementara, tim oponen digawangi mantan Hakim Agung sekaligus mantan Hakim Konstitusi Prof Laica Marzuki, dan Prof Mahfud MD yang notabene adalah “bos” Hamdan di Mahkamah Konstitusi.

 

Dalam pemaparannya, Hamdan memulai dengan tiga pertanyaan inti dari disertasinya. Pertama, apakah pemakzulan itu proses hukum atau proses politik? Kedua, apakah praktik pemakzulan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi? Ketiga, apakah praktik pemakzulan yang telah terjadi lebih mengedepankan pertimbangan hukum atau politik?

 

Untuk yang pertama, Hamdan mantap menyimpulkan bahwa pemakzulan adalah peristiwa hukum tata negara yang berdimensi politik. Kesimpulan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dari tiga institusi yang terlibat dalam proses pemakzulan, MK yang memegang peranan paling penting. Pasalnya, di MK-lah akan dibuktikan apakah alasan pemakzulan sebagaimana diatur dalam Konstitusi, terbukti dilakukan oleh presiden.

 

Pasal 7A UUD 1945

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

 

Dua institusi lainnya, kata Hamdan, hanya menjalankan proses politik. Namun begitu, ia mengakui bahwa proses pemakzulan pada akhirnya adalah keputusan politik karena keputusan terakhir berada di tangan MPR sebagai lembaga politik. “Tetapi MK melakukan purifikasi atau pemurnian agar proses pemakzulan tidak semata politik,” ujar mantan Anggota DPR periode 1999-2004 ini.

Tags: