Ketua majelis hakim Andi Samsan mempertanyakan, sehubungan dengan tidak adanya surat kuasa tersebut, apakah gugatan ini diajukan sebagai gugatan class action atau legal standing LS-ADIPI sebagai organisasi yang memiliki kepentingan.
Hakim ketua Andi Samsan pun kemudian menjelaskan persoalan legal standing dan class action yang disebutkannya pada awal persidangan. Legal standing, jelas Andi, merupakan hak gugat organisasi yang bergerak sesuai misi dan kepentingan yang sejalan dengan gugatan. Sedangkan class action, lanjut Andi, adalah gugatan yang diajukan kelompok perwakilan.
Kuasa hukum Ls-ADIPI ternyata tetap mengajukan gugatan sebagai class action. Gayus Lumbuun mempertanyakan kepada majelis, apakah Eurico sebagai tokoh pengungsi dapat diizinkan mewakili kepentingan para pengungsi. "Atau apakah kami diharuskan untuk membentuk sebuah kepanitiaan atau semacamnya untuk memperoleh surat kuasa?," tanya Lumbuun.
Keinginan kuasa hukum Ls-ADIPI ini juga diperkuat oleh hadirnya Nicholay AB yang duduk sebagai kuasa hukum. "Saya ini juga statusnya adalah pengungsi dan juga mewakili kepentingan masyarakat," ujar Nicholay.
Minta wilayah khusus
Dalam gugatan yang belum sempat dibacakan di persidangan, Pemerintah RI digugat untuk menempatkan warga Timor-Timur dalam satu wilayah di suatu wilayah RI yang berkisar di wilayah Pulau Timor serta memberikan jaminan sosial, ekonomi, dan jaminan kepastian hukum bagi status warga masyarakat pengungsi asal Tim-Tim.
Selain itu, pengadilan diminta menghukum mantan Presiden BJ Habibie untuk memberikan ganti rugi secara moral dan materiil kepada Pengungsi Tim-Tim sebesar Rp 1 trilyun. Persidangan terpaksa dilanjutkan Kamis (22/11) karena pihak Tergugat I dan II atau kuasa hukumnya tidak datang juga.