PSHK:UU IKN Bentuk Kesewenang-Wenangan Kuasa Legislasi Pemerintah-DPR
Utama

PSHK:UU IKN Bentuk Kesewenang-Wenangan Kuasa Legislasi Pemerintah-DPR

Memposisikan OIKN sebagai penyelenggara pemerintah daerah jelas melanggar konstitusi. Penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh OIKN absen fungsi pengawasan DPRD.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Kedua, pengaturan tentang penyelnggaraan IKN terhadap peraturan perundang-undangan lainnya. Rizky mencatat Pasal 42 ayat (1) IKN terbaru mengatur 2 hal yakni seluruh peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan kebijakan terkait IKN dinyatakan tidak berlaku. Pasal ini jelas bertentangan dengan logika, teori, dan asas-asas dalam hukum dimana semua bentuk peraturan perundang-undangan dikalahkan ‘kebijakan’. Misalnya UU dapat dikalahkan peraturan atau keputusan Kepala OIKN.

“Dengan kata lain ‘kebijakan’ Kepala OIKN dapat menyimpangi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan,” urainya.

Selain itu peraturan perundang-undangan yang mengatur pemerintahan daerah dinyatakan tidak berlaku. Bagi Rizky ketentuan ini dengan jelas menunjukkan kesewenang-wenangan dan memberikan kekuasaan yang sangat besar bagi OIKN. UU IKN dan perubahannya memberikan kedudukan dan kewenangan OIKN menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah. Namun, tidak mau tunduk dengan pengaturan tentang pemerintahan daerah (UU Pemda, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnnya).

Kedua hal itu menurut Rizky menunjukkan ada masalah besar selain persoalan yang bersifat sektoral lainnya, dalam penyusunan UU IKN dan perubahannya. Otorita memiliki kewenangan yang sangat besar, tanpa mekanisme kontrol dan dengan dasar pengaturan yang bertentangan dengan konstitusi. Pengaturan materi tersebut menunjukkan langkah yang ‘menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan’ melalui pengaturan yang bertentangan dengan UUD 1945, pengaturan kewenangan dan kekuasaan yang sangat besar tanpa mekanisme check and balance.

Rizky mendesak pemerintah dan DPR untuk melakukan 3 hal. Pertama, menghentikan praktik buruk penyusunan UU yang mengabaikan tertib perundang-undangan serta prinsip-prinsip good regulatory practices. Kedua, mengedepankan logika hukum yang baik dan mengacu pada teori-teori hukum dan lainnya yang tepat. Ketiga, mengoreksi secara menyeluruh dan mengatur ulang pengaturan kelembagaan tekait dengan OIKN dan pengaturan sektor lainnya yang menimbulkan kontroversi karena bertentangan dengan prinsip/asas sektor lainnya.

Tags:

Berita Terkait