Putusan MK Tolak Keterangan Rizal Ramli
Berita

Putusan MK Tolak Keterangan Rizal Ramli

Keterangan Rizal Ramli yang menyatakan di Amerika Serikat posisi buruh berada di kreditor separatis bila terjadi kepailitan ditolak MK. Pendapat ahli tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan tafsir comparative study

Ali
Bacaan 2 Menit
Putusan MK Tolak Keterangan Rizal Ramli
Hukumonline

 

Lebih lanjut, Rizal memaparkan di Amerika Serikat terdapat hierarki pihak-pihak yang didahulukan untuk dibayar dengan harta pailit. Pertama, biaya administrasi. Kedua adalah statuta claim, dimana pajak dan gaji serta tunjangan buruh yang belum dibayar termasuk di dalamnya. Ketiga, kreditor pemegang jaminan atau secure creditor (kreditor separatis). Keempat, kreditor bukan pemegang jaminan atau unsecure creditor.

 

Itu memang pendapat Rizal dua bulan lalu. Permohonan pengujian UU Kepailitan ini juga baru saja ditolak MK. UU kepailitan dinyatakan tidak bertentangan dengan konstitusi. Namun, dalam pertimbangan hukum putusannya, MK sempat membahas pendapat Rizal seputar hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat. Seperti yang diutarakan Rizal beberapa waktu lalu.

 

Majelis Hakim Konstitusi mengaku tak menemukan bukti-bukti yang cukup untuk mendukung pernyataan Rizal tersebut. Sehingga pendapat ahli tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan tafsir study comparative dalam pengujian terhadap ketentuan UU Kepailitan dan PKPU terhadap UUD 1945, ucap Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, Kamis (24/10). 

 

Lebih lanjut, Majelis Hakim Konstitusi hanya menemukan rancangan UU yang diprakarsai oleh Senator Dublin. RUU yang bertajuk The protecting Employees and Retirees in Bankruptcy Act itu memang bertujuan melindungi hak buruh agar tidak dalam prosisi lemah dalam pelunasan gajinya ketika proses kepailitan berlangsung. Akan tetapi, dalam RUU itu, Arsyad mengatakan posisi maksimum yang diusulkan posisi buruh hanya setara dengan kreditor separatis yang dijaminkan. 

 

Sekretaris Umum FISBI Muhammad Hafidz tak menyalahkan Rizal. Pak Rizal bukanlah orang yang sangat mengerti ketentuan perundang-undangan yang ada, akunya. Ia berpendapat Rizal berbicara hanya berdasarkan apa yang pernah dialami, didengar, dilihat, dan dibaca. Itu yang disampaikan, tambahnya. Ketika ditanya, apakah study comparative ke AS merupakan langkah yang salah, Hafidz hanya tertawa kecil. 

 

Namun, terlepas dari itu, menurut Hafidz ada logika yang ingin dibangun Rizal. Sebenarnya siapa dulu yang dilindungi oleh negara? tanyanya. Ia mengatakan kalau negara melindungi dirinya sendiri sudah jelas dalam UU Pajak. Lalu siapa setelah itu (negara,-red), telisiknya. Menurutnya hal yang paling gampang untuk dikendalikan adalah pemilik modal yaitu para kreditor separatis.

 

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Imam Nasima ikut angkat bicara. Ia juga tak menyalahkan pendapat Rizal yang tak sesuai dengan hukum yang berlaku di AS. Mungkin hanya sebatas itu yang diketahui Rizal, duganya. Imam justru sedikit menyalahkan pemohon yang seakan tak selektif menghadirkan ahli. Menurutnya persoalan ini bisa menjadi pelajaran di kemudian hari, agar ahli yang dihadirkan dalam persidangan harus benar-benar memahami permasalahan yang sedang dibahas.

 

Terkait pengajuan ahli, posisi buruh atau FISBI memang serba salah. Pengujian UU Kepailitan ini memang kali kedua diajukan FISBI. Sebellumnya, FISBI sempat mengajukan judicial review serupa. MK memutuskan permohonan tersebut tidak dapat diterima. MK menilai pemohon tidak sungguh-sungguh membuktikan kerugian konstitusionalnya. Kala itu, FISBI memang tak bisa menghadirkan seorang pun ahli. Alasannya klasik, tak ada biaya untuk membayar ahli.

 

Pemohon menyadari keterbatasan pemohon dari unsur serikat buruh yang tidak didukung secara finansial, ternyata menjadi salah satu faktor yang membuat pemohon mengalami kesulitan dalam menghadirkan saksi atau ahli, jelas Ketua Umum FISBI Komarudin, kala itu. Yah, mungkin memang begini nasib buruh, selalu serba salah.

Siang itu, akhir Agustus 2008, Rizal Ramli tampil penuh percaya. Mantan Menko Perekonomian era Gus Dur itu terlihat gagah di podium ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Rizal saat itu dihadirkan oleh pengurus Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) sebagai ahli. Sejumlah pengurus FISBI merupakan pemohon pengujian UU No. 37 Tahun 2004 tentang UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). 

 

Sesuai dengan keahliannya, Rizal terlihat fasih berbicara mengenai masalah ekonomi. Pertama, ia mengungkapkan sejumlah UU yang dinilai sebagai pesanan International Monetary Fund (MIF). Termasuk UU Kepailitan yang dipersoalkan oleh pemohon. Lalu, pembicaraan meningkat bukan lagi soal ekonomi, melainkan hukum kepailitan. Rizal mencoba menggunaka study comparative dengan melihat hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat.

 

Rizal memaparkan pembagian jenis kreditor sesuai hukum yang berlaku di Amerika Serikat dan sebagian negara di Eropa. Di negara super kapitalis seperti AS saja, posisi buruh berada di atas secure creditor (kreditor separatis), katanya kala itu. Ia mengaku heran dengan apa yang berlaku di Indonesia. Kok bisa di Indonesia buruh berada d bawah kreditor separatis, tambahnya. Hal ini merupakan inti dari judicial review yang diajukan pengurus FISBI. Yaitu, pengaturan dalam UU Kepailitan yang menempatkan kreditur separatis berada di atas buruh. Kreditor separatis adalah kreditor yang memegang jaminan kebendaan sehingga ia harus didahulukan pembayaran bila perusahaan pailit.

Tags: