Rampas Aset Century, Kejaksaan Koordinasi dengan MA
Berita

Rampas Aset Century, Kejaksaan Koordinasi dengan MA

Otoritas Hongkong meminta penetapan khusus dari pengadilan untuk melakukan perampasan aset.

Nov
Bacaan 2 Menit
Rampas aset Bank Century Kejaksaan koordinasi dengan MA. Foto: Sgp
Rampas aset Bank Century Kejaksaan koordinasi dengan MA. Foto: Sgp

Putusan terpidana korupsi Bank Century, Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Risvi yang telah berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ternyata tidak cukup dijadikan dasar perampasan aset kedua terpidana di Hongkong. Otoritas Hongkong meminta penetapan khusus dari pengadilan Indonesia.

Penetapan itu dibutuhkan dalam rangka penyitaan dan pengembalian aset kedua terpidana korupsi Bank Century, plus aset Robert Tantular ke pemerintah Indonesia. Hal ini membuat Wakil Jaksa Agung Darmono harus berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk meminta penetapan.

Darmono mengatakan, penetapan tersebut merupakan hal baru yang belum dikenal dalam hukum acara di Indonesia. Dia mengaku telah mengirim surat ke PN Jakarta Pusat untuk meminta penetapan. Namun, PN Jakarta Pusat memberi jawaban bahwa perihal penetapan itu harus dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) terlebih dahulu.

“Istilahnya, kami koordinasi dengan pihak pengadilan karena (permintaan penetapan) itu agak menyimpang dari (hukum) acara selama ini. Itu harus harus dilaporkan kepada MA dulu, baru MA nanti membicarakan mengeluarkan semacam fatwa atau apa,” katanya, Selasa (03/7).

Selama ini putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) sudah dapat dijadikan dasar untuk melakukan eksekusi, termasuk perampasan aset. “Harus ada semacam fatwa atau apa yang akan dijadikan sebagai dasar penetapan secara khusus yang bersifat perintah perampasan aset,” ujar Darmono.

Untuk itu, mantan Plt Jaksa Agung ini mengaku sudah berkoordinasi dengan MA. Koordinasi dilakukan agar MA mengeluarkan semacam fatwa untuk “memayungi” langkah PN Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan khusus perampasan aset. Kini, Darmonotinggal menunggu tanggapan dari MA.

Permintaan mengenai penetapan khusus ini terungkap dalam Rapat Tim Pengawas Century di DPR, Rabu (20/6). Dalam rapat itu, Darmono menyatakan otoritas Hongkong telah membekukan aset Hesham, Rafat, dan Robert. Sesuai mekanisme hukum di Hongkong, para pihak diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan.

Namun, para pihak tidak ada yang mengajukan keberatan sampai batas waktu yang ditentukan. Robert yang keberatan aset-asetnya turut disita dalam perkara Hesham-Rafat, malah mengajukan keberatan ke PN Jakarta Pusat. Keberatan itu ditolak oleh PN Jakarta Selatan, bahkan sampai tingkat kasasi.

Dengan demikian, tidak ada lagi halangan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan perampasan aset. Darmono membeberkan, aset Hesham, Rafat, dan Robert di Hongkong berjumlah lebih dari Rp6 triliun. Detalilnya, Rp86 miliar dalam bentuk tunai, sedangkan AS$388,86 juta dan Sing$650,6 juta dalam bentuk surat berharga.

Perampasan aset itu dilakukan karena PN Jakarta Pusat telah memutus bersalah Hesham dan Rafat dalam kasus korupsi dana talangan (bail out) Bank Century Rp6,7 triliun. PN Jakarta Pusat memutus secara in absentia dengan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara, denda sebesar Rp15 milyar, serta uang pengganti sebesar Rp3,1 trilyun.

Selain itu, PN Jakarta Pusat juga memerintahkan untuk menyita aset Hesham dan Rafat yang tersebar di luar negeri. Seperti uang AS$155,99 juta atas nama Telltop Holdings Limited di Dresdner Bank Switzerland, uang milik Hesham di ING Bank AS$125,12 juta, dan uang milik Rafat di Case Ref:NB RN 09000265 sejumlah AS$5,16 juta dan Case Ref:NB RN 09000265 sejumlah AS$3,15 juta. Tidak hanya aset Hesham dan Rafat, harta milik Robert Tantular dan istrinya juga turut disita.


Dalam rangka pengembalian aset di Swiss. Bank Century yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mutiara, tengah mengajukan gugatan di Cantonal Court of Zurich. Hal ini dilakukan karena ada pihak lain yang mengklaim kepemilikan aset Telltop sebesar AS$155,9 juta yang tersimpan di LGT Bank (dahulu bernama Dresdner Bank).

Soal yurisdiksi

Sementara, pemerintah Indonesia juga harus menghadapi gugatan Rafat dan Hesham di arbitrase internasional. Gugatan itu diajukan Rafat ke International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID) dan Hesham ke Organisasi Konferensi Islam (OKI) terkait kebijakan pengambilalihan Bank Century oleh Pemerintah Indonesia.

Buron terpidana kasus korupsi merasa dirugikan karena investasi mereka di Bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pasca pengucuran bail out Rp6,7 triliun. Selain itu, keduanya juga merasa hak-haknya sudah dilanggar karena pengadilan Indonesia telah memutus mereka bersalah secara in absentia.

Oleh karenanya, mantan pemegang saham pengendali Bank Century ini menggugat pemerintah Indonesia sebesar AS$75 juta di ICSID dan sebesar AS$25 juta di OKI. Pemerintah memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara dan kantor hukum Iswahjudi Karim untuk menghadapi gugatan itu.

Untuk gugatan Hesham di OKI, masing-masing pihak telah menunjuk arbiter dan presiden tribunal. Pemerintah Indonesia menunjuk arbiter Fali Nariman yang berasal dari India dan Hesham adalah menunjuk arbiter dari Singapura bernama Michael Hwang yang berasal dari Singapura.

Sedangkan, untuk gugatan Rafat di ICSID, kuasa hukum pemerintah telah mengajukan eksepsi. Eksepsi itu akan ditanggapi penggugat dan kemudian ditanggapi lagi oleh pemerintah Indonesia. Apabila tahapan itu sudah dilakukan, maka tribunal akan memeriksa dan memberikan putusan sela.

Iswahjudi mengatakan sampai saat ini, proses gugatan di ICSID masih berjalan. Tribunal belum mengeluarkan putusan sela karena masih memeriksa eksepsi yang diajukan Pemerintah Indonesia. “Masih soal yurisdiksi,” tutur Iswahjudi dalam pesan singkatnya kepada hukumonline.

Tags: