Refleksi KAI Tahun 2019: Menuju Sistem Multibar demi Profesionalitas Advokat Indonesia
Berita

Refleksi KAI Tahun 2019: Menuju Sistem Multibar demi Profesionalitas Advokat Indonesia

KAI sebagai organisasi advokat akan selalu berada di garda terdepan dalam menjawab tuntutan perubahan hukum dan profesionalitas advokat Indonesia. Pilihan multibar adalah sikap politik KAI untuk memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan.

CT-CAT
Bacaan 2 Menit

 

Sistem Peradilan dan Layanan Bantuan Jasa Hukum yang Modern

Saat ini, KAI sedang melakukan modernisasi bagi masyarakat pencari keadilan, melalui upaya pemberian jasa pelayanan hukum yang mudah, murah, cepat, dan profesional lewat sistem digital (e-Lawyer). E-Lawyer ini terintegrasi dengan sistem yang kini juga dibangun oleh lembaga peradilan (MA), kepolisian, dan kejaksaan agung.

 

Adapun langkah pertama telah diwujudkan dengan menerapkan database anggota berbasis elektronik. Dengan cara ini, pihak-pihak yang ingin mengakses informasi anggota KAI dapat langsung mengakses situs www.kai.or.id. Prosesnya sendiri relatif cepat, mudah, dan transparan—dengan validitas yang bisa dipertanggungjawabkan.

 

Di era transisi menuju proses digitalisasi murni, advokat masa kini diharapkan lebih giat beradaptasi dan dapat lebih aktif berperan menghasilkan produk pemikiran yang mudah diakses orang lain. Selain itu, produk digital yang terintegrasi dengan media siber juga dapat dimanfaatkan sebagai bank data yang dapat digunakan lintas batas, kapan pun dan di mana pun.

 

ROSS sendiri sudah dimanfaatkan untuk mediasi, sementara Sophia sudah berjalan dengan kecerdasan buatan untuk mempelajari serta meniru pola dan perilaku manusia. Legal Intelligent Assistant (LIA) sudah dapat digunakan di Indonesia; sedangkan KAI telah berjalan dengan membuka e-Lawyer, sebuah konsep Digital Native Advocates (DINA)—masyarakat advokat yang berbasis digital.

 

Meskipun kita sama-sama paham, program dan mesin tidak memiliki literasi kemanusiaan—kombinasi antara nalar, naluri, dan budi pekerti—kita tidak bisa menolak modernisasi dan perubahan perilaku era siber. Kita tidak dapat menolak, tetapi boleh memanfaatkan dan membatasinya secara kontekstual, demi mengimbangi teknologi dan mencetak para advokat berkualitas yang cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

 

Jalan Berliku Penegakan Hukum dan Jalan Terjal Advokat Penegak Hukum

Catatan World Justice Project menunjukkan, indeks penegakan hukum di Indonesia tahun 2017 -2018 berada pada posisi ketiga di Asia Tenggara; atau berada di bawah Singapura dan Malaysia. Sementara di dunia, posisi Indonesia berada  di peringkat  ke-63 dari 133. WJP juga mencatat delapan faktor dalam  indeks penegakan hukum; dan beberapa di antaranya adalah pembatasan kekuasaan pemerintah (constraints on government powers), ketiadaan korupsi (absence of corruption), dan pemerintahan yang terbuka (open government).

 

Privatisasi hukum sedang terjadi. Hukum publik yang seharusnya menjamin kepentingan publik beralih menjadi hukum yang bersifat personal, disesuaikan dengan kebutuhan yang melakukan kompromi hukum. Hukum memang tidak mengalami perubahan. Namun, terjadi kontekstualisasi kepentingan personal yang kompromistik yang mampu mengkonversi hukum menjadi komoditas transaksional. Patologi birokrasi telah berjalan sedemikian sistemik, sehingga fungsi dan sistem sering kali menjadi tidak bisa saling mengontrol.

Tags:

Berita Terkait