Rekomendasi KPK Cegah Korupsi Pendidikan Tinggi
Terbaru

Rekomendasi KPK Cegah Korupsi Pendidikan Tinggi

Antara lain setiap perguruan tinggi agar tiap pungutan yang dilakukan bersifat sah. Pemungutan biaya dimungkinkan selama digunakan sesuai kepentingan dan aturan yang sesuai dengan UU Pendidikan Tinggi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
KPK saat audiensi dengan jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Kamis (30/3/2023). Foto: Istimewa
KPK saat audiensi dengan jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Kamis (30/3/2023). Foto: Istimewa

Fenomena kasus korupsi yang melibatkan perguruan tinggi menjadi pekerjaan rumah yang mendesak diselesaikan pemerintah. Rentetan temuan tindak pidana korupsi yang terjadi di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia, menjadi indikasi perlunya pembenahan tata kelola dan peningkatan integritas di lingkungan PTN. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan, termasuk untuk pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang dikelola PTN.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memaparkan, pada dasarnya sejumlah kasus di lingkungan PTN belakangan ini erat hubungannya dengan integritas dalam penyelenggaraan pendidikan. Karenanya korupsi di sektor pendidikan khususnya di perguruan tinggi bukanlah persoalan baru baru KPK.

“Sebelumnya juga ada penyalahgunaan dana sumbangan untuk spesialis di salah satu universitas di Indonesia,” ujar Tanak, saat audiensi dengan jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Kamis (30/3/2023).

Baca juga:

Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Prof Nizam, mengapresiasi forum audiensi. Sebab pihaknya dapat memaparkan latar belakang persoalan yang terjadi. Di saat yang sama, bakal didapat pula rekomendasi terkait perbaikan tata kelola pendidikan di lingkungan perguruan tinggi dari KPK.

Nizam menyampaikan, saat ini tuntutan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, hebat, dan mampu bersaing secara global kian besar. Harapannya, perguruan tinggi di Indonesia mampu menghasilkan lulusan yang kompetitif. Makanya dibutuhkan pendanaan yang cukup besar.

Menurutnya, berdasarkan perhitungan standar biaya bagi mahasiswa perguruan tinggi, hanya sekitar 28 persen yang bisa dicover oleh pemerintah. Dia menyampaikan terkait biaya penyelenggara pendidikan, terdapat dua komponen yaitu melalui uang kuliah tunggal (UKT) dan juga sumbangan pengembangan institusi (SPI).

Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia (MRPTNI) Prof. Ganefri,  menambahkan UKT ditentukan berdasarkan hitungan standar biaya minimal yang dibutuhkan setiap program studi. Sementara SPI didapat dari pembukaan jalur mandiri, sebagai sumbangan untuk mengembangkan institusi dan besarannya disesuaikan dengan kemampuan orang tua.

“Hal ini yang menjadi ketakutan para rektor. Apakah SPI ini dapat diberlakukan atau tidak dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini juga menyangkut administrasi mahasiswa yang dikenai SPI,” katanya.

Pungutan sah

Menyikapi permasalahan tersebut, KPK merekomendasikan Diktiristek dan juga MRPTNI untuk mengingatkan setiap perguruan tinggi agar setiap pemungutan yang dilakukan bersifat sah. Johanis Tanak mengatakan, pemungutan biaya dimungkinkan selama digunakan sesuai kepentingan dan aturan yang sesuai dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

“Rektor tidak perlu paranoid, yang penting menjalankan sesuai koridor hukum,” pesan Tanak.

Selain itu, KPK juga merekomendasikan agar perguruan tinggi meminta advice dengan memanfaatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di masing-masing perguruan tinggi. Secara paralel, KPK melalui Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat juga dapat membantu memberikan masukan sebagai upaya mencegah terjadinya korupsi.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menambahkan, rekomendasi perbaikan lainnya yang disampaikan KPK terkait dengan status mahasiswa yang dikenakan biaya SPI. Ini diperlukan agar adanya kriteria yang jelas dan berlandaskan hukum. “Nomenklaturnya pelu diperluas terkait yang wajib membayar SPI, kemudian diatur dan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan,” katanya.

Sementara Direktur Monitoring KPK Agung Yudha Wibowo menambahkan, persoalan yang terjadi juga ada di berbagai sektor, tidak hanya di pendidikan saja. Ia menjelaskan, khusus untuk sektor pendidikan, KPK tengah menyusun kajian yang nantinya akan segera dikoordinasikan dengan Diktiristek.

“Rekomendasi dan hasil kajian berisi rekomendasi perbaikan dalam perspektif antikorupsi. Kami berharap dengan Diktiristek dapat berbagi tugas untuk menemukan dampak dari persoalan yang terjadi. Lalu mencari solusi dan ditunjang juga oleh legalitas dan regulasi agar akuntabel,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait