Rekomendasi untuk Penguatan 6 Elemen Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru
Terbaru

Rekomendasi untuk Penguatan 6 Elemen Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru

Beberapa diantaranya meliputi Kerangka Hukum dan Kebijakan Nasional; Pengawasan dan Penegakan Hukum; dan lain sebagainya.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
CEO IOJI Mas Achmad Santosa bersama Menteri Siti Nurbaya Bakar dan Sakti Wahyu Trenggono usai seminar peluncuran hasil studi ekosistem karbon biru di Indonesia, Senin (30/1/2023). Foto: Istimewa
CEO IOJI Mas Achmad Santosa bersama Menteri Siti Nurbaya Bakar dan Sakti Wahyu Trenggono usai seminar peluncuran hasil studi ekosistem karbon biru di Indonesia, Senin (30/1/2023). Foto: Istimewa

Indonesia merupakan negara yang disebut memiliki setidaknya 17 persen cadangan karbon biru (blue carbon) di dunia. Peluang besar dalam pemanfaatan ekosistem karbon biru dipandang sebagai salah satu solusi menghadapi perubahan iklim. Patut diketahui, ekosistem karbon biru mencakup hutan mangrove, padang lamun, dan rawa air asin.

“Setidaknya ada 6 elemen tata kelola ekosistem karbon biru yang perlu dikembangkan dan diperkuat di Indonesia yang merupakan fokus dari penulisan studi kami,” ujar CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Dr. Mas Achmad Santosa dalam seminar peluncuran hasil studi bertajuk “Ekosistem Karbon Biru sebagai Critical Natural Capital: Blue Carbon Ecosystem Governance di Indonesia”, Senin (30/1/2023) kemarin.

Keenam elemen tersebut antara lain meliputi Kerangka Hukum dan Kebijakan Nasional; Penataan Kelembagaan; Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat; Keamanan Tenurial; Pengawasan dan Penegakan Hukum; serta Pendanaan dan Pendistribusian Manfaat secara Berkeadilan.

Baca Juga:

Melalui studi yang diluncurkan, terdapat rekomendasi penguatan dari elemen tata kelola yang dipetakan. Pertama, menetapkan ekosistem karbon biru sebagai critical natural capital yang mana karakter dari konsep keberlanjutan yang bersifat kuat. “Sejalan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD Tahun 1945 yang mengakui pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan berkeadilan,” kata dia.

Kedua, menetapkan persyatan yang ketat dalam mengalihfungsikan ekosistem karbon biru sebagai critical natural capital. Ketiga, menguatkan coastal tenure, antara lain melalui Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat di wilayah pesisir sebagai salah satu bentuk Other Area-Based Effective Conservation Measure (OECM).

Keempat, semakin menguatkan fungsi dan mekanisme koordinasi antara kementerian, lembaga, maupun daerah perihal pengelolaan ekosistem karbon biru. Kelima, mempercepat penyusunan rencana aksi atau peta jalan pengelolaan ekosistem karbon biru. Keenam, mengembangkan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang lebih efektif.

“Dalam menguatkan dan menjaga ekosistem karbon biru, Pemerintah sendiri perlu terus mengembangkan langkah bersama Pemda, terutama dalam sejumlah aspek,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam kesempatan yang sama.

Aspek yang dimaksudkan ialah perencanaan ruang wilayah dengan prinsip konservasi; pembangunan kepulauan berbasis masyarakat; penataan pengembangan wilayah dengan identifikasi key problems, penataran ruang, cluster pengembangan, daya dukung berbasis sumber daya.

Kemudian dilakukannya pengembangan ekonomi dan sosial-budaya dengan rencana wilayah dan penggunaan lahan melalui program investasi, kualitas sumber daya manusia, pelayanan dan akses informasi bagi semua pemangku kepentingan, dan sebagainya; serta pembangunan infrastruktur.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, yang turut hadir dalam kesempatan ini menerangkan adanya Perpres No.98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Dalam Pasal 5 ayat (1) Perpres 98/2021 ini disebutkan pelaksanaan upaya pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) dilakukan melalui penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim; dan Adaptasi Perubahan lklim.

“Di Pasal 8 ayat (1) berbunyi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor lain untuk sektor kelautan atau blue carbon dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan,” ucap Sakti.

Dalam Pasal 8 ayat (2) Perpres 98/2021 disampaikan kebijakan sektor kelautan dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di mana kebijakan yang dilahirkan dapat dipertimbangkan melalui Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor lain untuk sektor kelautan dalam rangka pencapaian target NDC.

Selanjutnya, termuat dalam Pasal 32 ayat (1) Perpres 98/2021 perihal Adaptasi Perubahan Iklim bidang lain untuk bidang kelautan dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

“Dalam Pasal 32 ayat (2) dijelaskan mengenai kebijakan bidang kelautan atau blue carbon dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan serta dipertimbangkan dalam Aksi Adaptasi Perubahan Iklim bidang lain untuk bidang kelautan atau blue carbon dalam rangka pencapaian target NDC.”

Tags:

Berita Terkait