Pemerintah Diminta Percepat Pengembangan Pasar Karbon di Indonesia
Terbaru

Pemerintah Diminta Percepat Pengembangan Pasar Karbon di Indonesia

Potensi pasar karbon yang cukup besar, namun belum tersedianya infrastruktur pasar karbon di dalam negeri, menimbulkan risiko perebutan pasar karbon di negara lainnya. Sangat disayangkan jika potensi pasar karbon akhirnya lari keluar negeri.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Pemerintah Diminta Percepat Pengembangan Pasar Karbon di Indonesia
Hukumonline

Indonesia tengah melakukan inisiasi pembentukan pasar karbon dalam RUU PPSK Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang sejalan dengan upaya mencapai target pembangunan ekonomi berkelanjutan. Menurut Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, potensi pasar karbon di Indonesia pun terbilang cukup besar, dengan adanya pasar karbon dan perdagangan karbon di Indonesia OJK meramal potensi USD 565 miliar atau Rp8.475 triliun.

Potensi ini didukung oleh posisi Indonesia berada di peringkat ke 3 dunia dengan luasan hutan tropis sebesar 125 juta hektar atau sekitar 65% dari luas daratan yang ada dan diperkirakan dapat menyerap karbon sebesar 25 miliar ton karbon.

“Selain potensi pasar karbon yang cukup besar secara ekonomi, Indonesia juga memiliki target pengurangan emisi karbon. Sebaiknya dalam RUU PPSK perlu segera mengatur secara spesifik aturan main dalam pasar karbon. Beberapa aturan yang perlu di atur adalah mekanisme pasar karbon sebagai komoditas atau bauran komoditas dengan efek. Apabila OJK ingin mengatur pasar karbon, bentuknya adalah bauran pasar komoditas dengan efek dalam rangka mempermudah perusahaan mencari pembiayaan ketika memiliki sertifikat karbon,” kata Bhima dalam pernyataan tertulis, Selasa (18/10).

Baca Juga:

Dalam beberapa kasus di negara lain, lanjutnya, pasar karbon lebih diatur sebagai komoditas ketimbang efek. Sebagai contoh European Union Emissions Trading System (EU ETS) merupakan pasar karbon pertama dan terbesar dunia yang telah menerapkan cap-and-trade system dengan basis pasar komoditas sejak tahun 2005.

Namun, selain menempatkan kredit karbon sebagai komoditas, beberapa studi turut mempertimbangkan penggunaan kredit karbon sebagai efek atau sekuritas. Seperti banyak jenis aset, pemilik kredit karbon dapat menggunakan kredit karbon sebagai jaminan untuk mendapatkan pembiayaan.

Dalam Pasal 24 RUU PPSK disebutkan bahwa perdagangan karbon harus dilakukan dengan mekanisme pasar karbon melalui bursa karbon dan/atau dengan perdagangan langsung. Adapun bursa karbon dimaksud merupakan sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Kemudian dalam Pasal 26 dipertegas pengaturan akan berada dibawah OJK.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait