Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Dinilai Minim Evaluasi Hukum dan HAM
Terbaru

Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Dinilai Minim Evaluasi Hukum dan HAM

Presiden Jokowi perlu melakukan evaluasi terhadap menteri dan kepala lembaga negara yang kinerjanya buruk, terutama dalam agenda pemajuan HAM, toleransi, dan reformasi sektor keamanan di Indonesia.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri. Foto: Istimewa
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri. Foto: Istimewa

Presiden Joko Widodo kembali merombak jajaran kabinetnya dengan melantik 1 Menteri dan 5 Wakil Menteri di Istana Kepresidenan, Senin (17/07/2023) lalu. Dalam acara pelantikan dan sumpah jabatan itu Budi Arie Setiadi dilantik sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Pahala Nugraha Mansury sebagai Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Nezar Patria sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Paiman Raharjo sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Rosan Perkasa Roeslani sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Saiful Rahmat sebagai Wakil Menteri Agama.

“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darmabakti saya kepada bangsa dan negara. Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab,” ucap Presiden mendiktekan sumpah jabatan sebagaimana dikutip laman setkab.go.id.

Pelantikan Menteri dan Wakil Menteri itu menuai sorotan dari kalangan masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, menilai penggantian atau reshuffle keempat yang dilakukan Presiden Jokowi ini minim evaluasi hukum dan HAM. Sekalipun reshuffle kabinet hak prerogatif Presiden sebagai kepala pemerintahan, tapi langkah itu harus dilakukan mengacu pada evaluasi kinerja dan capaian. Termasuk mencermati pandangan publik.

Menurutnya pandangan publik penting dipertimbangkan untuk memilih para pembantu yang memiliki kompetensi dan benar-benar dibutuhkan untuk mengefektifkan kinerja pemerintahan Jokowi yang tersisa satu tahun lagi. “Tidak tepat jika reshuffle tersebut dilakukan semata-mata untuk tujuan bagi-bagi jabatan dan kekuasaan,” katanya dikonfirmasi, Kamis (20/7/2023).

Baca juga:

Tapi faktanya, reshuffle kabinet yang dilakukan terakhir itu tidak ditujukan untuk mendorong kinerja pemerintahan Jokowi menjadi lebih efektif, tapi cenderung hanya bagi-bagi jatah jabatan dan kekuasaan. Hal itu dapat dilihat dari diabaikannya evaluasi terhadap jabatan Menteri yang berkaitan dengan agenda HAM dan reformasi sektor keamanan dalam proses reshuffle.

Beberapa orang yang dilantik itu malah tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Akhir masa pemerintahan yang kedua ini, Gufron menilai Presiden Jokowi harusnya memberikan perhatian serius dan mengevaluasi kementerian dan lembaga negara yang berkaitan dengan bidang HAM dan reformasi sektor keamanan. Misalnya Kementerian Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung.

Tags:

Berita Terkait