Resmi Inisiatif DPR, Ini 7 Substansi RUU Larangan Praktik Monopoli
Berita

Resmi Inisiatif DPR, Ini 7 Substansi RUU Larangan Praktik Monopoli

Mulai perluasan cakupan definisi pelaku usaha, penguatan lembaga KPPU, hingga eksekusi putusan KPPU.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: RES
Gedung KPPU. Foto: RES
Setelah disepakati dan dibahas dalam forum Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat resmi disahkan menjadi RUU usul inisatif DPR dalam rapat paripurna, Jumat (28/4) di Gedung DPR. Dengan begitu, pembahasan RUU ini bakal masuk tingkat pertama oleh Panitia Kerja (Panja DPR).

Menanggapi  disetujui RUU tersebut menjadi inisiatif DPR, Ketua Panja RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Azam Azman Natawijana menilai setidaknya terdapat tujuh substansi baru dalam RUU tersebut sebagai perubahan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pertama, memperluas cakupan definisi pelaku usaha. Artinya, perluasan tersebut dapat menjangkau pelaku usaha yang berdomisili di luar wilayah Indonesia. Seperti diketahui, dengan perkembangan era teknologi, pelaku usaha dapat menggunakan sistem e-commerce yang tak dibatasi ruang dan waktu. UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebelumnya belum menjangkau pelaku usaha yang berada di luar wilayah Indonesia.

Dengan RUU terbaru ini, nantinya dapat pula menjangkau perilaku anti persaingan dalam platform bisnis baru berbasis digital seperti e-commerce, e-procurement, e-payment, dan bisnis berbasis online lain. Kedua, mengubah notifikasi merger dari kewajiban untuk  memberitahukan setelah merger menjadi kewajiban pemberitahuan sebelum merger alias pre merger notification.

Ketiga, mengubah besaran sanksi. Menurutnya selama ini sanksi yang tertuang dalam UU No. 5 Tahun 1999 hanya menggunakan nilai nominal besaran tertinggi dalam rupiah. Tetapi RUU ini sanksinya sekurang-kurangnya hanya 5 persen, sedangkan setinggi-tingginya 30 persen dari nilai penjualan dalam kurun waktu pelanggaran terjadi. (Baca Juga: Isu Krusial Revisi UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha)

Keempat, terkait dengan mekanisme pengaturan pengampunan dan/atau pengurangan hukuman atau lazim disebut leniency program. Menurutnya aturan tersebut sebagai strategi efektif dalam membongkar kartel dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam kurun waktu jangka panjang.

Kelima, membuat aturan pasal yang mengatur penyalahgunaan posisi tawar yang dominan terhadap penjanjian kemitraan. Menurutnya, pengaturan itu sebagai instrumen hukum terhadap perlindungan pelaksanaan kemitraan yang melibatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM). 

Keenam, peningkatan pelaksanaan fungsi penegakan hukum yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurutnya, dalam RUU tersebut mengatur ketentuan yang memungkinkan KPPU meminta bantuan pihak kepolisian. Tujuannya, dalam rangka menghadirkan pelaku usaha yang dinilai tidak kooperatif dalam persidangan di KPPU.

Politisi Partai Demokrat itu menerangkan efektivitas putusan KPPU dalam RUU tersebut mengatur kewenangan menjatuhkan sanksi administratif. Yakni berupa rekomendasi pencabutan izin usaha terhadap pelaku usaha yang dinilai terbukti melanggar larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. (Baca Juga: Cegah Kebijakan Anti Persaingan Usaha Sehat, KPPU Gunakan Competition Checklist)

Sedangkan terhadap putusan KPPU berupa denda yang telah berkekuatan hukum tetap, namun tak diindahkan para pihak menjadi piutang negara. Dalam RUU tersebut mengatur pula ketentuan lembaga piutang negara berkewajiban menyelesaikan pelaksanaan putusan KPPU tersebut.

“Bagi setiap orang dan/atau korporasi yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung KPPU dalam melaksanakan proses investigasi dan/atau pemeriksaan, RUU ini mengatur ketentuan pidana penjara paling lama 6 bulan,” ujarnya mengutip salah pasal dalam RUU ini.

Ketujuh, dalam rangka berbagai tugas dan kewenangan KPPU ke depannya, maka diperlukan penguatan terhadap lembaga KPPU. Selain itu, mesti menempatkan KPPU dalam sistem ketatanegaraan yang sejajar dengan lembaga negara lain. Menurutnya, penguatan KPPU mesti didukung pula dengan kesekretariatan jenderal (Kesekjenan) yang terintegrasi dengan tata kelola pemerintahan.

“Sehingga mampu memberikan dukungan pelaksanaan tugas Anggota KPPU baik secara substansi maupun dalam pengelolaan anggaran yang bersumber dari APBN,” ujarnya.

Merespon pandangan Azam, Ketua KPPU, Syarkawi Rauf mengamini langkah DPR dalam merampungkan RUU tersebut. Menurutnya langkah Komisi VI sebagai bentuk komitmen DPR dalam mengawal demokrasi ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. Ke depan, pembahasan pun bakal dilakukan antara Panja RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan pihak pemerintah. (Baca Juga: Mantan Hakim Agung Analisis Revisi UU Antimonopoli, Berikut Poin-Poinnya) 

“Kami mengharapkan agar proses pembahasan dengan pemerintah dapat berjalan dalam waktu tidak terlalu lama guna memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha,” katanya.
Tags:

Berita Terkait