Respons Apindo Terhadap Pengesahan UU HPP
Terbaru

Respons Apindo Terhadap Pengesahan UU HPP

Disahkannya RUU HPP memberi kejelasan bagi pengusaha yang diharapkan dapat berhasil dan membantu di tengah masa sulit pandemi Covid-19.

CR-27
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah bersama DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada rapat paripurna DPR pada Kamis (7/10) yang lalu. Undang-Undang ini disahkan dengan harapan dapat memberikan angin segar bagi pelaku usaha dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

Sebelum DPR mengesahkan RUU HPP ini, sederet pengusaha merasa keberatan dengan pengesahan RUU ini karena beranggapan pengesahan ini terlalu terburu-buru. Hal ini jugalah yang disampaikan oleh Sofyan Wanandi selaku Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

“Hampir seluruh pengusaha berpikir undang-undang ini terlalu tergesa-gesa disahkan. Hal ini seakan memberikan indikasi mempercepat bangkrutnya perusahaan-perusahaan di Indonesia karena kenaikan pajak. Banyaknya ketidakjelasan dan statement mengenai pengesahan RUU yang tidak jelas kebenarannya semakin membuat bingung para pengusaha” ucapnya dalam webinar “Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)”, beberapa waktu lalu.

Sofyan menambahkan seiring terbukanya kejelasan tujuan RUU ini, aspirasi dari pengusaha akhirnya didengar, sehingga disahkannya RUU HPP ini membantu memberi kejelasan bagi pengusaha yang diharapkan dapat berhasil dan membantu di tengah masa sulit pandemi Covid-19.

RUU HPP merupakan kebijakan pajak yang menyediakan fasilitas bagi wajib pajak khususnya wajib pajak bagi pengusaha. Jika RUU diberlakukan maka pengusaha akan merasakan relaksasi sanksi dan bisa melakukan perencanaan pajak agresif karena alternatif minimum tax gagal diterapkan dan tentunya akan memperoleh berbagai amnesty.

Perencanaan dan pengesahan UU HPP dalam situasi Covid-19 bukanlah yang pertama kali. Menilik ke beberapa bulan sebelumnya, pemerintah juga telah mengesahkan UU Tax Amnesty serta Perppu mengenai Akses Informasi Perpajakan. (Baca: Plus Minus Aturan Perpajakan dalam UU HPP)

Membangun kepercayaan antara wajib pajak dan lembaga perpajakan merupakan dasar utama dari pengesahan UU HPP. Beberapa tahun terakhir, isu yang menjadi konsiderasi adalah penerimaan yang tidak pernah mencapai target, di tambah pandemi yang belum berakhir membuat pemerintah membutuhkan suatu alas hukum untuk mengajak seluruh komponen masyarakat saling bantu membantu. 

Masyarakat dan pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab saling bantu membantu ini. Ini jugalah yang menjadi dasar APBN yang merupakan ‘mesin’ penggerak ekonomi di Indonesia disamping sektor privat.

Skema tarif yang dahulunya 2%, 3% dan 5% kini kenaikan tarif mencapai 12%, 14% dan 18%. Tarif ini sudah melalui pertimbangan karena masa pandemi. Banyaknya wajib pajak yang taat membayar pajak namun dengan kondisi usaha yang sedang mengalami kesulitan di masa pandemi membuat ini merupakan sebuah win-win solution yang tepat.

Dalam substansi kewajiban membayar pajak adalah ketika seseorang memiliki penghasilan. Pengusaha dikatakan wajib membayar pajak apabila hasil usaha lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Pengusaha pun juga diwajibkan memiliki NPWP sebagaimana diimbau Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Suryo Utomo.

“NIK dan NPWP ini diletakkan sebagai syarat administrasi bagi warga Negara Indonesia dan badan-badan yang beroperasi di Indonesia” tutur Suryo.

Ia menambahkan waktu aktivasi NIK menjadi syarat wajib bagi perseorangan dalam membayar pajak, sedangkan untuk perusahaan atau badan-badan usaha diwajibkan untuk menggunakan NIP untuk syarat administrasi dalam membayar pajak.

"NIK dan NPWP disinyalir akan menjadi bagian paling sulit ditetapkan. Hal ini dikarenakan dibutuhkan sinkronisasi antara Kementrian Keuangan dengan Kementerian Dalam Negeri mengenai pencocokan data penduduk," kata Suryo.

Pajak dipungut atas penghasilan yang diterima oleh masyarakat, dan bagi pengusaha pajak akan dipungut berdasarkan keuntungan yang di dapat dari kegiatan usaha di Indonesia maupun di luar negeri. Kuasa wajib pajak dapat dilakukan oleh siapapun, sepanjang memenuhi persyaratan kompetensi menguasai bidang perpajakan. Pengecualian syarat diberikan jika kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah.

Untuk penegakan hukum pidana pajak, penyidik pajak memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran dan/atau penyitaan aset sebagai jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Lalu hingga tahap persidangan, wajib pajak diberikan kesempatan untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara dengan membayar pokok pajak dan sanksi, sebagai pertimbangan untuk dituntut tanpa penjatuhan pidana penjara (ultimum remedium).

Namun, masyarakat dan para pengusaha kecil tidak perlu khawatir karena barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil sama sekali tidak akan terbebani kenaikan harga karena perubahan UU ini.

Suryadi Sasmita selaku Wakil Ketua Umum Apindo mengungkapkan pengesahan UU ini dipandang positif oleh pengusaha. “Begitu UU ini disahkan di sidang Paripurna, beberapa harga saham sejumlah perusahaan langsung mengalami kenaikan,” katanya.

Dia menambahkan adanya beragam bantuan insentif dari pemerintah untuk mendukung pemulihan perekonomian baik bagi UMKM, badan usaha perusahaan dan koperasi diharapkan dapat membuat kinerja perekonomian Indonesia semakin membaik.

Tags:

Berita Terkait