Restorative Justice Sebagai Solusi Over Capacity Lapas
Terbaru

Restorative Justice Sebagai Solusi Over Capacity Lapas

Penyelesaian masalah over capacity lapas tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan membangun gedung baru, tapi perlu perubahan politik hukum pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Pemerintah fokus pembaruan hukum pidana. Penerapan restorative justice telah diadopsi sebagai salah satu strategi perbaikan sistem peradilan pidana sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024,” ujar Menteri Pertahanan RI periode 2000-2001 itu.

Wamenkumam Prof Edward Omar Sharif Hiariej pun menilai penerapan konsep restorative justice penting untuk mengatasi persoalan over capacity lapas. Tercatat jumlah kapasitas lapas hanya mampu menampung 140 ribu narapidana, tapi sekarang dihuni sampai 250 ribu narapidana. “Jadi ada kelebihan (penghuni lapas,red) sebanyak 110 ribu narapidana,” ujar Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam kesempatan yang sama.

Pengaturan restorative justice selama ini dilakukan secara sektoral, sehingga masing-masing lembaga memiliki aturannya sendiri yakni Polri, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Oleh karena itu, perlu upaya koordinasi dan sinkronisasi agar kebijakan penerapan restorative justice bisa dilakukan secara optimal. Misalnya, Kementerian Hukum dan HAM merumuskan kebijakan sebagai payung hukum restorative justice. Kementerian Kesehatan memberikan dukungan terkait sistem kesehatan, terutama rehabilitasi bagi pengguna narkotika.

Kementerian Sosial berkontribusi dengan melakukan reintegrasi sosial warga binaan di lembaga pemasyarakatan dan penguatan pekerja sosial untuk mendampingi anak yang berkonflik dengan hukum. BPHN berperan mengarusutamakan restorative justice dalam pembangunan hukum di Indonesia.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta LPSK berperan memperkuat hak-hak korban kekerasan terutama perempuan dan anak. Polri, BNN, dan Kejaksaaan sebagai lembaga penegak hukum berperan membuat sistem pidana terpadu terkait prinsip restorative justice.

Tags:

Berita Terkait