Revisi UU IKN, Ada Persoalan Serius dalam Tata Kelola Legislasi
Utama

Revisi UU IKN, Ada Persoalan Serius dalam Tata Kelola Legislasi

Mulai tahap perencanaan hingga pembahasan. Membuktikan dugaan publik bahwa UU IKN bermasalah secara hukum, faktual, maupun akademik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Terpisah, Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura berpandangan era pemerintahan Joko Widodo termasuk era buruk dari aspek perencanaan peraturan perundang-undangan. “Mereka semaunya saja dengan dasar kesepakatan mengubah Prolegnas di tengah jalan,” kata Charles.

Dia menilai sudah lazim perilaku DPR dan pemerintah lain yang direncakanan, lain pula yang dibahas. Kata lain, DPR dan pemerintah kerap membahas RUU di luar dari daftar Prolegnas. Khususnya, UU 3/2022 yang baru diberlakukan, malah hendak kembali direvisi. Charles maklum kualitas UU 3/2022 yang proses penyusunan dan pembahasan dilakukan ‘kejar tayang’.

“Yang penting ada dulu, perkara gak sempurna kan bisa diperbaiki melalui revisi atau peraturan pelaksana, hal ini tabiat buruk yang sengaja dilakukan karena untuk mengejar target-target dari sebuah UU meskipun ditolak publik,” ujarnya.

Menurut Peneliti Senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) itu, usulan revisi UU 3/2022 menunjukkan tahapan perencanan dalam tata kelola legislasi di pemerintah amburadul. Bahkan tak hanya tahap perencanaan, tapi pembahasannya pun serampangan tanpa bahasan mendalam. Bahkan menyerap aspirasi masyarakat secara bermakna tidak optimal. Makanya menjadi pertanyaan soal kualitas naskah akademik dari UU 3/2022.

“Ini membuktikan dugaan kita memang UU IKN bermasalah baik secara hukum, faktual, maupun akademik,” ujarnya.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Ledia Hanifa Amaliah mengatakan sedari awal fraksi partai tempatnya bernaung sudah mengingatkan pemerintah kajian dari RUU IKN kala itu masih lemah. Tapi malah pemerintah terburu-buru ingin segera membahas dan mengesahkan RUU IKN menjadi UU di tengah kondisi perekonomian nasional yang melemah akibat situasi pandemi Covid-19 yang melanda.

Menurutnya, situasi pandemi yang berujung terpuruknya perekonomian menjadi alasan terbesar untuk meyakinkan semua pihak agar tidak memindahkan maupun membangun ibu kota negara dalam waktu dekat. Masalahnya pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin keukeuh agar payung hukum tentang ibu kota negara segera diwujudkan dalam rangka memuluskan rencana besar pemerintah tersebut.

Bahkan, kata Ledia, presiden dan menteri keuangan (Menkeu) berulangkali menyampaikan bakal adanya resesi global yang berdampak terhadap kondisi perekonomian dalam negeri. Makanya, kata Ledia, menjadi lebih tidak tepat bila mengajukan revisi UU 3/2022 sebelum pergantian masa kepemimpinan nasional. “Semestinya kita fokus pada penguatan ekonomi masyarakat menghadapi resesi sebagaimana yang sudah disebutkan Presiden dan Menkeu. Sejak awal PKS menolak UU IKN,” katanya.

Tags:

Berita Terkait