Revisi UU Terorisme Fokus di Bidang Perluasan Pencegahan
Berita

Revisi UU Terorisme Fokus di Bidang Perluasan Pencegahan

Mulai pencabutan paspor dan kewarganegaraan bagi WNI yang mengikuti pelatihan perang serta melakukan tindakan terorisme di luar negeri. Tak hanya itu, penambahan kewenangan penahanan terduga pelaku teror, hingga program deradikalisasi secara holistik.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Penanganan bom di Sarinah. Foto: RES
Penanganan bom di Sarinah. Foto: RES
Pemerintah dan DPR telah bersepakat bakal melakukan revisi terhadap UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Fokus revisi bakal dititik beratkan di bidang pencegahan. Langkah itu amat penting untuk meminimalisir terjadinya aksi peledakan seperti halnya yang terjadi di Sarinah beberapa pekan lalu.

Anggota Komisi III Sarifudin Suding berpandangan, banyak pasal yang perlu diperbaiki di UU No.15 Tahun 2003. Terlebih, di bidang penguatan institusi kepolisian dalam rangka pencegahan tindak pidana terorisme. Dukungan mesti diberikan seluruh pihak dalam rangka menjaga ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat.

“Dalam rangka pencegahan aksi terorisme, ini harus dilakukan,” ujarnya di Gedung DPR, Jumat (29/1).

Kewenangan pencegahan yang dimiliki Polri dalam rangka meminimalisir aksi peledakan yang dilakukan terorisme memang belum begitu full power. Banyakya peristiwa aksi percobaan dengan melakukan pelatihan ala militer di daerah tertentu, mestinya sudah dapat dilakukan pencegahan. Misalnya, dengan melakukan tindakan hukum.

Meski demikian, aparat penegak hukum belum dapat melakukan pencegahan dengan melakukan tindakan hukum. Pasalnya, belum terjadi peristiwa tindak pidana. Oleh sebab itu, dengan adanya revisi UU Terorisme yang mengatur kewenangan lebih kepada aparat kepolisian untuk melakukan tindakan pencegahan, tindak pidana terorisme dapat dicegah sedini mungkin.

“Saya kira kita harus memberikan ruang-ruang seperti itu kepada kepolisian untuk melakukan antisipasi secara dini,” ujarnya.

Belakangan terakhir, memang terdapat ratusan warga negara Indonesia yang hijrah untuk bergabung dengan Negara Islam Iraq dan Suriah (ISIS) pimpinan Abu Bakr Al-Baghdadi. Namun, banyak pula yang kembali ke tanah air. Sayangnya, tidak adanya tindakan preventif yang diberikan oleh UU kepada kepolisian untuk melakukan pencegahan.

Oleh karena itu, dimungkinan mereka membangun jaringan dengan mengorganisir untuk membuat kekuatan dengan melakukan penyerangan terhadap pemerintah. Caranya, dengan meledakan bom di tempat objek vital. Setidaknya, membuat teror di tengah kehidupan masyarakat. Misalnya itu tadi, di Sarinah Thamrin. Soalnya ditengarai kuat, otak di belakang peledakan bon Sarinah adalah jaringan ISIS di tanah air.

“Jadi menurut saya mendorong dan mendukung penuh dilakukan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jadi kewenangan pencegahan diperluas,” ujar politisi Hanura itu.

Anggota Komisi III lainnya Arsul Sani berpendapat, Polri dapat bertindak terhadap mereka yang kembali dari Iraq dan Suriah dengan merujuk UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurutnya, WNI yang bergabung dengan pemberontak di luar negeri bisa dicabut kewarganegaraanya. Ia menilai dalam rangka melakukan tindakan proyustisia, terlebih dahulu dibuat aturan ketentuan pidananya “Itu dimungkinkan,” ujarnya.

Segera serahkan naskah akademik
Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan, usulan merevisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme berasal dari pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah diminta segera menyerahkan naskah akademik beserta draf RUU. Terhadap RUU yang sudah terdapat naskah akademik dan draf, maka akan ditindaklanjuti dengan rapat di Bamus untuk menetapkan alat kelengkapan dewan yang membahasnya.

Terkait dengan target penyelesaian, Arsul menyerahkan ke pihak pemerintah. Yang pasti, DPR masih menunggu tindak nyata pemerintah untuk menyerahkan naskah akademik dan draf. “Tampaknya pemerintah sudah siap, BNPT sudah menyempaikan dalam rapat yang lalu, kita tunggu saja,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan draf revisi UU No.15 Tahun 2003 masih dalam tahap pemeriksaan lebih detil sebelum diserahkan ke presiden. Rencananya, Senin (1/2), draf beserta naskah akademiknya bakal diserahkan ke DPR.

Yang pasti, drafter revisi UU masih dalam tahap pemeriksaan untuk dikelompokan yang masuk ke dalam peraturan pemerintah dan UU. Sedangkan materi revisi UU sudah rampung. Menurutnya, terdapat beberapa pasal tambahan berkisar 10 hingga 12 Pasal. Intinya, revisi lebih menitikberatkan pada bidang pencegahan, perluasan kewenangan aparat dan deradikalisasi.

Misalnya, mulai mengatur tentang pencabutan paspor dan kewarganegaraan bagi WNI yang mengikuti pelatihan perang dan melakukan tindakan terorisme di luar negeri. Tak hanya itu,  penambahan kewenangan penahanan terduga pelaku teror, hingga program deradikalisasi secara holistik.
Tags:

Berita Terkait