Saksi RJ Lino: Pengadaan Tiga Unit QCC Sudah Tepat
Berita

Saksi RJ Lino: Pengadaan Tiga Unit QCC Sudah Tepat

Perbaikan dan penggantian QCC dinilai membuat pengiriman bahan pangan lebih cepat, sehingga memberikan keuntungan bagi masyarakat.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Sidang permohonan praperadilan yang diajukan Richard Joost Lino memasuki babak pembuktian. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/1), itu Lino mengajukan empat saksi dan enam ahli. Salah satu saksi yang diajukan Lino adalah  Ketua DPC Persatuan Pelayaran Niaga Indonesia (INSA) Pontianak, Rosidi Usman.

Rosidi mengatakan perbaikan dan penggantian QCC (Quay Container Craine) membuat pengiriman bahan pangan lebih cepat, sehingga memberikan keuntungan bagi masyarakat. Dia menjelaskan, QCC di Pontianak yang single lift sering mengalami kerusakan karena QCC sudah tua. Kemudian pada Tahun 2009, INSA memprotes kepada PT Pelindo II agar revitalisasi alat pelabuhan disampaikan secara tertulis.

“Perubahan dan perbaikan akhirnya dilakukan sehingga waktu tunggu kapal di Pelabuhan sangat menurun, kemudian di tahun 2012 tercapai waktu nol hari karena perbaikan dan penggantian QCC. Sebelum tahun 2010 kinerja pelabuhan dinilai buruk di bawah Pelindo II. Banyak alat pelabuhan yang rusak. Pelabuhan stagnansi,” katanya.

Saksi lain yang dihadirkan adalah Manager Commercial TEMAS Line, Marsito. Dia menyampaikan hal yang tidak jauh berbeda. Menurutnya,sejak QCC didatangkan Pelindo II, pengiriman barang ke Pontianak menjadi cepat. Selain itu, ongkos kirim menjadi lebih rendah.

“Perbedaan waktu pengiriman bahkan mencapai puluhan hari dibanding sebelum saat QCC di operasikan. Barang dari Jakarta ke Pontianak paling lama tujuh hari sudah masuk gudang. Dulu bisa sampai waktu satu bulan, ongkos kirim turun dari Rp5 juta sampai rata- rata Rp2,3 juta per container,” jelas Marsito.

Pengadaan tiga unit QCC juga dikatakan sudah tepat menurut Ahli, Raja Oloan Saut Gurning, Pakar Pelabuhan dan Perkapalan ITS. Dia mengatakan, penempatan satu unit crane twin lift di Pelabuhan Pontianak adalah hal tepat. Selama ini, katanya, tidak banyak yang menggunakan twin lift lantaran hanya ada sedikit pelabuhan yang mau berinvenstasi dalam jumlah besar.

“Tidak ada persoalan, apakah hanya karena di sungai dia tidak bisa (menggunakan twin lift). Sekarang pelayaran lebih cenderung dengan twin lift karena proses lebih cepat dan schedule lebih pasti,” jelasnya.

Dia juga menjelaskan sejumlah keuntungan dari penggunaan twin lift bagi industri pelabuhan. “Biasanya lima sampai delapan hari, menjadi tiga sampai tujuh hari. Potensi penurunan biaya untuk pengiriman Rp150 ribu perton dan penambahan pendapatan partner dari perusahaan bongkar muat,” tambahnya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Lino sebagai tersangka pada 18 Desember 2015 dengan dugaan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan QCC (Quay Container Crane) di Pelindo II tahun 2010. Tiga Unit QCC tersebut ditempatkan di Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.

Lecehkan Hukum
Pakar hukum pidana, Chairul Huda, menilai adanya ketidakpahaman hukum di dalam internal Komisi Pemberantasan Korupsi ketika menetapkan status tersangka kepada mantan Direktur Utama Pelindo II, Richard Joost Lino.

“Hasilnya bisa terlihat pada materi jawaban kuasa hukum KPK dalam sidang pra peradilan yang melecehkan Mahkamah Konstitusi dan tidak menghormati sidang pra peradilan karena menolak membuka bukti sebagai dasar penetapan status tersangka. KPK itu seperti lembaga di atas hukum,” katanya dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Rabu (20/1).

Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu melihat arogansi KPK karena di depan sidang pra peradilan yang dipimpin Hakim Udjianti itu seenaknya saja menentukan mana hukum yang dianut lembaga anti rasuah tersebut.

Akibatnya, KPK dengan jargon extraordinary crime berani melecehkan Mahkamah Konstitusi sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang mempunyai kekuasaan membentuk hukum secara negatif, mencampuradukkan ruang lingkup penyelidikan dan penyidikan, dan mengabaikan penghormatan pencari keadilan.

“Pandangan KPK yang menyakan praperadilan itu seolah-olah bukan proses pengadilan  menunjukkan perkosaan yang sewenang-wenang atas amanat KUHAP yang menjadi dasar Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,” tegasnya.

Chairul Huda melihat sikap itu terjadi akibat lembaga penegak hukum itu bukan dipimpin dan diisi oleh orang-orang yang mengerti dan memahami hukum. “Karena tidak pernah menempuh pendidikan hukum melainkan hanya dengar saja soal apa itu hukum,” katanya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, terdapat harapan besar dari kalangan civitas dan praktisi hukum agar hakim praperadilan yang memimpin kasus ini mengabukan permohonan pemohon RJ Lino. Keputusan tersebut akan menjadi pelajaran bagi lembaga KPK agar lebih baik di masa mendatang.
Tags:

Berita Terkait