Saweran Pembangunan Gedung KPK Dinilai Menyimpang
Berita

Saweran Pembangunan Gedung KPK Dinilai Menyimpang

Adanya saweran rencana pembangunan gedung KPK “tamparan” keras bagi DPR.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ia menjelaskan APBN dibahas dan ditetapkan di awal tahun, jika di tengah perjalanannya ada lembaga negara akan mendapat hibah, lembaga negara itu harus melapor dan minta izin ke menteri keuangan (Menkeu). Kalau bentuknya barang, dikeluarkan akta hibah yang dilaporkan dan dicatat oleh Ditjen Kekayaan Negara.Sementara kalau bentuknya uang, pimpinan lembaga negara harus meminta izin Menkeu untuk membuka rekening dan menampung dana hibah itu, kalau sudah disetujui terbit akta hibah. Kalau tidak memenuhi prosedur ini, berarti menyimpang dari hukum keuangan negara.“Misalnya, KPK mendapat hibah Rp10 miliar, dana itu tidak bisa langsung digunakan, harus ada proses perubahan dalam anggaran KPK dalam APBN yang penggunaannya harus dibicarakan dengan DPR. Kalau di luar mekanisme ini jelas menyimpang dari hukum keuangan negara,” jelasnya.  Menurutnya, kalau mekanisme itu tidak ditempuh dan terjadi pada lembaga negara lain, pimpinan lembaga itu bisa langsung diperiksa KPK karena dituduh korupsi. ”Misalnya, Menkumham menerima dana hibah Rp10 miliar, tetapi tidak dilaporkan kepada Menkeu, tidak ada perubahan angka APBN. Lalu, Menkumham langsung membangun kantor imigrasi, dia bisa ditangkap KPK karena dituduh korupsi.“Saudara bisa lihat kasus korupsi mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh, yang terbukti korupsi karena menerima dana sumbangan seperti itu. Dananya ditampung di rekening pribadinya dan dibelikan helikopter untuk kepentingan pemerintah daerah, dihukum dia karena dianggap melakukan penyimpangan prosedur, padahal dia tidak ada kerugian negara dan tidak menikmati uangnya,” ujarnya mencontohkan.           Sementara pengamat peradilan Hasril Hertanto menilai saweran pembangunan gedung KPK bukan grativikasi yang merupakan tindak pidana. Sebab, sumbangan itu tidak diberikan kepada perorangan, melainkan kepada lembaga negara dalam bentuk hibah dari masyarakat.      “Bisa saja saweran itu berbentuk hibah dari masyarakat yang mekanisme penerimaaanya harus jelas, transparan, bukan dari hasil tindak pidana. Setiap penyumbang juga harus dicatat,” kata HasrilMenurutnya, persoalan ini “tamparan” keras bagi DPR yang belum menyetujui rencana anggaran KPK untuk membangun gedung baru. “Ini menunjukan mereka tidak pantas menjadi wakil rakyat karena rakyat yang mewakilinya punya keinginan yang berbeda lantaran persoalan ini tidak diakomodasi,” ujar pria yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.   Sebagaimana diketahui, Kamis (28/6) kemarin, mantan Jaksa Agung Abdurahman Saleh mendatangi gedung KPK untuk menggalang dana masyarakat terkait rencana pembangunan gedung baru KPK. Menurutnya, penggalangan dana ini tak akan berpengaruh pada proses penganggaran gedung baru ini yang tengah dibahas DPR. Di hari yang sama, Dirut PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Tbk juga mendatangi gedung KPK untuk memberi bantuan uang sebesar Rp10,035 juta yang berasal dari karyawannya.  Dukungan pun mengalir dari Calon Gubernur DKI Faisal Basri. Bersama anaknya, M. Attar Basri (11), Faisal menyumbang sebesar Rp2juta dan Rp317 ribu dari celengan anaknya itu lewat Posko Koalisi Saweran yang ada di depan gedung KPK. Menurut Faisal, gerakan saweran ini salah satu bentuk protes atas perilaku partai dan parlemen. Ia berharap dengan adanya gerakan ini semakin menjadikan KPK kuat dan demokrasi di Indonesia semakin lebih baik dari sebelumnya.
Tags: