Sejumlah Hambatan Pemerintah dalam Menagih Piutang Dana BLBI Rp110 Triliun
Utama

Sejumlah Hambatan Pemerintah dalam Menagih Piutang Dana BLBI Rp110 Triliun

Mulai dari properti yang dijaminkan sudah berpindah tangan karena digugat pihak ketiga, hingga aset yang sudah berpindah ke luar negeri.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Menko Polhukam, Mahfud MD. Foto: RES
Menko Polhukam, Mahfud MD. Foto: RES

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah sudah menghitung angka paling aktual yang akan ditagih terkait aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hasil hitung terbaru menyatakan bahwa piutang itu berjumlah Rp110,454 triliun. Meski demikian, pemerintah mengakui terdapat sejumlah hambatan dalam upaya menagih piutang tersebut.

Hal tersebut disampaikannya dalam keterangan pers usai memimpin rapat Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (15/4) seperti dilansir Setkab

“Hitungan terakhir per hari ini, tadi, tagihan utang dari BLBI ini setelah menghitung sesuai dengan perkembangan jumlah kurs uang, kemudian pergerakan saham, dan nilai-nilai properti yang dijaminkan, per hari ini yang kemudian menjadi pedoman adalah sebesar Rp110.454.809.645.467,” ujarnya.

Mahfud menerangkan, total piutang Rp110,454 triliun tersebut terdiri dari enam macam tagihan, antara lain tagihan berbentuk kredit yang jumlahnya sekitar Rp101 triliun dan berbentuk properti bernilai lebih dari Rp 8 triliun. “Lalu ada yang bentuknya rekening uang asing, kan itu bergerak terus angkanya. Ada yang berbentuk saham,” terangnya. (Baca: Jokowi Teken Keppres Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, Ini Kata Pakar)

Dari berbagai jenis tagihan itu, ungkap Menko Polhukam, terdapat 12 permasalahan yang terjadi yang menghambat tuntasnya upaya penagihan. Kompleksitas permasalahan tersebut mulai dari properti yang dijaminkan sudah berpindah tangan karena digugat pihak ketiga hingga aset yang sudah berpindah ke luar negeri.

Mahfud menyebutkan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI sudah menyiapkan solusi untuk menjawab masing-masing permasalahan tersebut. “Ada aset yang sudah berpindah ke luar negeri. Apa yang akan dilakukan pemerintah? Ya kita antarnegara, bisa pakai interpol dan lain-lain, tadi Menkumham [Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia] sudah menyampaikan cara-cara itu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mahfud meminta kesadaran para pemilik utang untuk menyelesaikan kewajiban mereka pada pemerintah. “Tentu diharapkan kepada mereka yang merasa punya utang, dan kami punya catatannya, akan sangat baik kalau secara sukarela, secara voluntary, datang ke pemerintah, ke Menteri Keuangan,” ujarnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Dituangkan dalam Keppres 6/2021, pembentukan satgas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden ini bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.

Susunan organisasi Satgas ini terdiri dari pengarah dan pelaksana. Pengarah terdiri dari Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Menko Marinves, Menkeu, Menkumham, Jaksa Agung, dan Kapolri. Sedangkan struktur pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan tujuh orang anggota.

Sementara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Laoly meyakini bahwa Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan bekerja optimal dalam menagih aset senilai Rp110 triliun hingga tenggat waktu 2023.

Ia mengatakan tim Satgas BLBI segera menyusun skala prioritas untuk menentukan target yang harus dicapai tersebut termasuk tagihan-tagihan. Kemudian, mereka diberi waktu hingga 2023 untuk bekerja. "Saya yakin Satgas Penanganan Hak Tagih Dana BLBI bisa bekerja optimal, bisa kita lakukan sesuai target," kata dia.

Sebelumnya, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, memandang perlu bagi Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memaparkan target kerja kepada publik.

"Publik perlu mengetahui timeline kerja tim satgas, lalu siapa targetnya: si A, B, C. Ini loh target kami untuk sekian triliun dan kapan, jadi dibuka ke publik agar publik dapat mengontrol," kata Bivitri.

Bivitri mengatakan bahwa tim harus transparan betul. Bila tidak, mungkin 2—3 tahun lagi masyarakat sipil atau publik marah karena tidak tahu apa saja yang sudah dilakukan dan duitnya ada yang kembali atau tidak.

Namun, di sisi lain Bivitri mengkritisi bahwa untuk penagihan dana BLBI bukan persoalan membentuk tim karena fungsi penagihan dana negara sendiri sudah melekat di alat-alat negara lain, seperti Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara. "Dalam pengelolaan negara, penagihan keuangan negara sudah melekat ke jabatan tertentu, tidak usah dibentuk tim lagi," katanya.

Jika Presiden inging menunjukkan kepedulian, menurut dia, umumkan saja bahwa dalam rapat sudah menunjuk menteri A, B, dan C untuk melakukan apa saja jadi tidak perlu menerbitkan keppres karena ada administrasi negara yang keluar, seperti uang sekretariat dan lainnya, jadi mubazir. "Apalagi dalam tim tidak memasukkan KPK, jadi ada pesan politik KPK diabaikan di sini," kata Bivitri.

Tags:

Berita Terkait