Serangan Terus Berulang, PSHK: Negara Belum Serius Lindungi Pembela HAM
Utama

Serangan Terus Berulang, PSHK: Negara Belum Serius Lindungi Pembela HAM

Secara umum regulasi yang ada di level nasional dan internasional sudah mengatur perlindungan terhadap pembela HAM.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Diskusi daring bertema ‘Judicial Harassment dan Masa Depan Pelindungan Pembela HAM’, Jumat (15/12/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Diskusi daring bertema ‘Judicial Harassment dan Masa Depan Pelindungan Pembela HAM’, Jumat (15/12/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Ruang gerak masyarakat sipil di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dinilai mengalami penyempitan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kurun belakangan tahun terakhir terkekang. Penggunaan intrumen hukum kerap dijadikan ‘senjata’ menekan kebebasan berpendapat dan berekpresi.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Alviani Sabillah, mengatakan penyempitan kebebasan sipil itu bisa dilihat dari berbagai serangan yang menimpa kalangan masyarakat sipil terutama pembela hak asasi manusia (HAM). Mengutip data Amnesty International Indonesia periode Januari-Maret 2023 tercatat ada 127 serangan terhadap pembela HAM. Sebagian serangan itu diduga kuat melibatkan aktor negara seperti polisi, TNI, dan pejabat.

“Serangannya untuk membungkam partisipasi publik dan masyarakat yang mengkritisi berbagai hal,” kata Alviani dalam diskusi bertema ‘Judicial Harassment dan Masa Depan Pelindungan Pembela HAM’, Jumat (15/12/2023).

Serangan terhadap pembela HAM menurut Alviani terjadi sejak puluhan tahun silam. Misalnya pembunuhan terhadap aktivis buruh Marsinah, aktivis HAM Munir Said Thalib, dan jurnalis Nurhadi di Surabaya dan Bali yang memberitakan kasus korupsi. Bahkan mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan, juga mengalami serangan karena membongkar kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan partai politik.

“Bagaimana negara menyelesaikan berbagai kasus itu?. Sampai hari ini tidak ada langkah serius negara. Situasi ini menggambarkan bahwa kita belum bisa melindungi pembela HAM,” tegas Alviani.

Baca juga:

Serangan yang dialami pembela HAM tak hanya fisik dan non fisik, verbal dan non verbal tapi juga pembalasan melalui jalur hukum baik pidana, perdata, dan penerapan hukum secara sewenang-wenang. Tindakan balasan itu disebut juga dengan istilah judicial harassment, tujuannya untuk membatasi aktivitas pembela HAM.

Tags:

Berita Terkait