Setahun Kasus Penyerangan Novel, Pemerintah Dinilai Tak Serius Ungkap Pelaku
Berita

Setahun Kasus Penyerangan Novel, Pemerintah Dinilai Tak Serius Ungkap Pelaku

Komitmen dan iktikad baik Polri untuk menyelesaikan kasus Novel patut dipertanyakan.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Penyidik senior KPK itu disiram dengan air keras oleh orang tak dikenal seusai menjalankan salat subuh di masjid dekat rumahnya.
Penyidik senior KPK itu disiram dengan air keras oleh orang tak dikenal seusai menjalankan salat subuh di masjid dekat rumahnya.

Kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memasuki satu tahun. Ya, pada 11 April 2017, Novel mengalami penyerangan oleh pihak tak bertanggung jawab. Namun hingga kini pelakunya tak kunjung terungkap. 

 

Komitmen dan iktikad baik Polri untuk menyelesaikan kasus Novel patut dipertanyakan. Pasalnya sampai saat ini, upaya yang dilakukan Polri baru sekadar merilis sketsa wajah yang diduga sebagai pelaku penyerangan dan mempublikasi hotline yang bisa dihubungi manakala masyarakat memiliki informasi terkait pelaku.

 

Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menilai penangan kasus Novel yang dilakukan oleh Polri, jauh berbeda dengan kasus pidana lain yang juga bermodalkan CCTV, yang pengungkapannya cenderung cepat, bahkan hanya dalam hitungan jam/hari. Misalnya, kasus perampokan dan pembunuhan di Pulomas.

 

“Polisi hanya membutuhkan waktu 2 hari untuk menemukan pelaku. Kasus lainnya, pembunuhan Imam Maulana di Kampung Rambutan, polisi hanya membutuhkan waktu 11 jam untuk menangkap pelakunya,” kata Lalola dalam rilis yang diterima hukumonline, Selasa (10/4).

 

(Baca Juga: Tim Pemantau Kasus Novel Targetkan Tiga Bulan Hasilkan Rekomendasi)

 

Lalola mengatakan Presiden Joko Widodo seharusnya bersikap tegas, bukannya menunggu Polri angkat tangan baru bertindak ke langkah selanjutnya. Menurutnya, sampai kapan Presiden akan menunggu hingga Polri angkat tangan baru bertindak? “Seharusnya Presiden mengevaluasi kerja Polri yang hingga saat ini tak kunjung dapat menyelesaikan kasus Novel,” ujarnya.

 

Oleh karena itu, lanjut Lalola, koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen guna mempercepat penanganan kasus Novel. Pembentukan TGPF merupakan salah satu wujud keseriusan dari negara terhadap pengusutan kasus-kasus serupa dan meyakinkan publik bahwa negara berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi.

 

“Sebab penyerangan terhadap Novel merupakan bentuk perlawanan terhadap gerakan antikorupsi,” katanya.

 

Selain itu, ICW meminta masyarakat untuk memberikan dukungan dalam penuntasan kasus Novel dengan menandatangani petisi serta bersama-sama pada 11 April 2018 esok mendatangi Istana Presiden untuk memberikan semangat pada Novel dengan menyanyikan lagu “sebelah mata” bersama sejumlah musisi (Saykoji, Melani Subono dan Simponii) dan mendesak Presiden membentuk TGPF. 

 

(Baca Juga: Baca Juga: KPK-Komnas HAM Koordinasi Pengungkapan Kasus Novel)

 

Sebelumnya, KPK menginformasikan bahwa dokter yang menangani Novel Baswedan di Singapuran melakukan "vision test" pascaoperasi tahap dua mata kiri penyidik senior KPK tersebut. "Tadi sore sudah dicek di Singapura ada "vision test yang dilakukan terhadap Novel," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah seperti dikutip Antara di Jakarta, Rabu (4/4).

 

Berdasarkan "vision test" tersebut, kata Febri, Novel sudah bisa melihat huruf-huruf dari ukuran besar sampai sedang dalam jarak sekitar dua jengkal dari mata ke kertas yang dipegangnya.

 

"Jadi, Novel menggunakan kacamata untuk "vision test" itu. Mata kanannya ditutup sedangkan mata kiri bisa melihat di kacamata itu, kacamata tanpa lensa ya untuk tes itu dan Novel sudah bisa mengenali huruf. Sudah bisa melihat huruf-huruf dalam jarak sekitar dua jengkal ya dari mata ke kertas yang ia pegang," tuturnya.

 

Tags:

Berita Terkait