Shinta Nurfauzia: Kejujuran Diri, Kunci Keberhasilan Aktualisasi
#HangingOutWithHukumonline Mother’s Day Celebration 2023

Shinta Nurfauzia: Kejujuran Diri, Kunci Keberhasilan Aktualisasi

Dengan pencapaian profesionalnya yang mentereng, Shinta tak ingin menyempitkan makna perempuan berdaya hanya disematkan kepada ibu yang bekerja. Perempuan hendaknya jujur pada diri sendiri dalam melakukan aktualisasi sehingga versi keberhasilan seorang ibu pun akan beragam.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Shinta Nurfauzia: Kejujuran Diri, Kunci Keberhasilan Aktualisasi
Hukumonline

Bagi Shinta Nurfauzia, CEO PT Lemonilo Indonesia Sehat, tidak ada template tunggal atas definisi perempuan berdaya. Ia meyakini bahwa keberdayaan perempuan tidak identik dengan ibu yang bekerja. Untuk itu, perempuan hendaknya jujur kepada dirinya sendiri mengenai bentuk aktualisasi diri yang diinginkan.

Dengan demikian, setiap perempuan termasuk para ibu dapat berkarya tidak hanya untuk diri sendiri namun juga orang lain dalam skala yang lebih masif, setelah bagi keluarganya. Shinta tak menampik perlunya pengorbanan dalam setiap pilihan yang diambil.

Sebagai contoh, jika seorang ibu bekerja maka sudah konsekuensinya tidak dapat mengalokasikan waktu 24 jam dalam satu hari bersama anak. Di sinilah pentingnya kejujuran untuk menjelaskan kepada anak mengenai aktivitas yang digeluti oleh orang tuanya, juga kejujuran antara suami dan istri agar peran pengasuhan anak dapat dilakukan bersama secara harmonis.

Baca juga:

Kepada putra sulungnya yang sering aktif bertanya kepada sang ibu, Shinta terbiasa jujur dan berlaku adil dalam menyepakati waktu yang hendak dihabiskan bersama anak. Ia memberi pengertian pada sang anak bahwa selain tanggung jawabnya sebagai ibu pada anaknya, sebagai seorang CEO maka ibunya juga memiliki kewajiban kepada stakeholders perusahaan. Dengan demikian, anak tumbuh dengan rasa percaya yang kuat kepada orang tuanya dan menjadi pribadi yang mandiri.

Shinta bersyukur karena suaminya pun sangat terbuka dan kolaboratif, misalnya ketika suatu waktu anak harus ditemani untuk keperluan tertentu. Ia dan sang suami terbiasa berkomunikasi dengan jujur dan memutuskan siapa di antara mereka yang pada saat itu berkenan untuk menyesuaikan agenda pekerjaan di kantor demi bisa membersamai sang anak. “Kejujuran seperti ini membuat kita tidak assume gender role, sehingga saya sebagai perempuan tetap bisa beraktualisasi diri dan di saat yang sama mempunyai nuansa kehangatan keluarga”, ujar Shinta.

Hukumonline.com

Shinta Nurfauzia bersama keluarga. Foto: istimewa

Dalam mendidik kedua anaknya, Shinta menanamkan nilai-nilai kejujuran, kepercayaan dan kerja keras. Juga pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan. Meski berada di lingkungan keluarga yang lekat dengan dunia hukum, alumnus Universitas Indonesia dan Harvard Law School ini tak membatasi sang anak harus mengikuti jejak pendidikan dan kariernya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait