Sivitas Akademika UI Desak Pemerintah Batalkan PP 75/2021
Terbaru

Sivitas Akademika UI Desak Pemerintah Batalkan PP 75/2021

PP 75/2021 dinilai cacat baik secara formil dan substansi. PP ini juga dinilai sarat dengan kepentingan politik.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit

“Kita boleh bersenang-senang di satu pasal, tapi berhati-hati di pasal lain. Satu saja cacat, cukup alasan untuk menentang. UI jangan cuma jadi miniatur-nya Indonesia, tapi juga harus jadi ‘antivirus’,” ujarnya mengumpamakan.

Banyak keganjilan

Proses penyusunan hingga pengesahan PP 75/2021 pun dinilai banyak keganjilan. Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UI (FIB UI) Prof. Manneke Budiman menyebut urgensi untuk merevisi statuta tidak jelas. Revisi hanya berdasarkan pada telaah Senat Akademik (SA) atas norma akademik dan peraturan rektor tentang akademik yang ada dan dianggap perlu direvisi.

“Jadi ada yang tidak nyambung antara penyataan bahwa Statuta yang diubah dengan alasan-alasan yang dipakai untuk mengubah. Urgensinya untuk mengubah tidak ada dan tidak jelas. PP 75/2021 ini jadi bukti keroposnya UI sebagai identitas bangsa,” kata Prof. Manneke pada acara yang sama.

Keganjilan lainnya terjadi pada 5 Februari dimana empat organ UI yakni Senat Akademik (SA), Majelis Wali Amanat (MWA), Dewan Guru Besar (DGB), eksekutif Kemdikbud diundang rapat dan disampaikan bahwa revisi Statuta UI merupakan permintaan dari Kemdikbud dengan alasan untuk dijadikan model bagi PTN lain. Namun nyatanya revisi Statuta dimohonkan oleh Rektor. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Kemdikbud dimana mereka hanya memfasilitasi aspirasi UI.

Atas pertemuan itu, kemudian DGB melakukan rapat usulan revisi Statuta. DGB bersama dengan SA mengajukan draft masing-masing. Sedangkan Majelis Wali Amanat (MWA) tidak mengajukan draft revisi. Pada Februari 2020, gabungan empat organ tim mulai membahas draf usulan revisi dari DGB dan SA dan Rektor menerbitkan SK Rektor untuk Tim Revisi yang terbit pada 27 Maret 2020 yang berlaku hingga Mei 2020.

Kemudian pada Juni 2020 dihasilkan RPP yang masih harus dibahas lebih lanjut di Kemdikbud. Saat itu, SK Tim Revisi Statuta sudah kadaluarsa, tapi tim tetap terus melanjutkan pembahasan dengan Kemdikbud menyusul terbitnya SK Rektor baru pada September 2020.

Namun anehnya, lanjut Prof. Manneke, pada 11 September 2020, MWA mengirimkan draft revisi Statuta ke Rektor tanpa tembusan ke dua organ lain dalam tim yakni DGB dan SA. Rapat bersama Kemdikbud pun dilaksanakan pada 30 September 2020 dimana MWA tiba-tiba mengajukan usulan yang sebelumnya tidak pernah dibahas bersama Tim Revisi empat organ. Disinilah asal muasal masuknya pasal rangkap jabatan.

Tags:

Berita Terkait