"Ini kan macam-macam (isu yang berkembang), ada yang menganggap dia 'stateless'. Saya menilai kan pencabutan formal (kewarganegaraannya) belum dimasukkan dalam berita negara, tetapi sekarang sedang kami selesaikan," kata Yasonna di Jakarta, Selasa (16/8).
Menurut Yasonna, hilangnya kewarganegaraan seseorang harus diformalkan melalui keputusan menteri. Dalam kasus Archandra ini, belum ada proses pencabutan kewarganegaraan melalui surat keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM. Karena belum ada SK pencabutan kewarganegaraan, maka Arcandra masih berstatus sebagai WNI.
Meskipun mengakui bahwa Archandra sempat memiliki paspor AS yang sudah dikembalikan sebelum ia diangkat menjadi menteri, Yasonna menegaskan bahwa Archandra masuk ke Indonesia menggunakan paspor Indonesia yang masih aktif. (Baca Juga: Diduga Tak Miliki Kewarganegaraan, Presiden Diminta Tanggung Jawab Soal Archandra)
"Kalau itu paspor (AS) saya bilang ada tetapi sudah dikembalikan. Nanti bagaimana soal penyelesaian akhir kewarganegaraan (Arcandra) kita bahas," tutur Yasonna.
Seperti diketahui, Archandra kehilangan status WNI setelah memilih kewarganegaraan Amerika Serikat melalui proses naturalisasi pada 2012. Sementara, undang-undang AS menyatakan kewarganegaraan seseorang hilang saat dirinya menjadi pejabat publik atau pengambil kebijakan di negara lain, sehingga diduga saat ini Archandra tidak memiliki kewarganegaraan atau stateless.
Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, berpendapat pihak yang mengusulkan Archandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Presiden Joko Widodo harus dicari dan dihukum berat. "Yang perlu dipersoalkan sekarang adalah pihak yang dulu mengusulkan Archandra sebagai Menteri kepada Presiden dan diduga dengan sengaja menutupi status kewarganegaraan Amerika Serikat Archandra," kata Said.
Orang tersebut, lanjut dia, harus dicari dan diberi hukuman berat, karena dia bukan saja telah mempermalukan Indonesia di mata internasional, mempermalukan Presiden dimata publik dalam negeri, tetapi tanpa disadari dia juga telah mengancam posisi Presiden Jokowi.
Menurut Said, hal ini bukan persoalan main-main, di mana penempatan WNA dalam jajaran kabinet atau di lingkungan pejabat negara bisa dicurigai sebagai aksi spionase tingkat tinggi yang dapat mengarah pada pengkhianatan terhadap negara. (Baca Juga: Langgar Aturan Menpora, Anggota Paskibraka ‘Didepak’ Karena Bukan WNI)
“Nah, ini sangat rawan. Kalau Archandra tidak cepat-cepat dicopot, dikhawatirkan Presiden bisa dituduh terkait dengan upaya pengkhianatan terhadap negara yang merujuk pada Pasal 7A UUD 1945 bisa berujung pada pemakzulan atau impeachment,” papar Direktur Sigma ini.
Presiden memang sudah memberhentikan Archandra dari jabatan Menteri ESDM. Namun, menurut Said, akan lebih bagus jika presiden mau secara terbuka mengungkap siapa pengusul Archandra, sekaligus mengenakan sanksi berat kepada orang tersebut agar menjadi peringatan supaya kasus serupa tidak terulang kembali.
“Aparatur negara yang bertanggung jawab terhadap masuknya orang asing ke dalam Kabinet seharusnya juga tidak luput diberikan sanksi," tandasnya.