Strategi Perusahaan Startup Bertahan di Masa Pandemi
Berita

Strategi Perusahaan Startup Bertahan di Masa Pandemi

Perusahaan startup harus mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat luas, sehingga mendapatkan pasar lebih besar.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Sesi pertama hari ketiga Hukumonline Law Festival for Start Ups & SMEs digelar dengan mengangkat tema, Thriving Post Pandemic: VC's Perspective to Invest in Start Ups by Mandiri Capital Indonesia, Kamis (26/11). Foto: RES
Sesi pertama hari ketiga Hukumonline Law Festival for Start Ups & SMEs digelar dengan mengangkat tema, Thriving Post Pandemic: VC's Perspective to Invest in Start Ups by Mandiri Capital Indonesia, Kamis (26/11). Foto: RES

Perusahaan rintisan berbasis teknologi atau startup terus berkembang di Indonesia. Namun, mayoritas perusahaan startup gagal bertahan karena berbagai faktor seperti tidak diterima pasar hingga kehabisan modal. Salah satu jalan keluar agar perusahaan startup tersebut dapat berkembang yaitu bekerja sama dengan perusahaan modal ventura (venture capital). Melalui venture capital, perusahaan startup mendapatkan pendampingan dan tentunya suntikan modal.

“Terlepas dari pandemi atau tidak mayoritas startup kesulitan, statistik luar negeri 95 persen gagal dan 5 persen sukses. Indonesia tidak jauh beda mungkin gagal bisa lebih banyak. Alasan utamanya salah pasar, salah positioning bukan kas,” jelas Chief Executive Officer (CEO) Mandiri Capital Indonesia, Eddi Danusaputro dalam webinar Hukumonline Law Festival for Start-Ups and SMEs dengan topik “Sharing Session: Thriving-Post Pandemic: VC’s Perspective to Invest in Start Ups by Mandiri Capital Indonesia”, Kamis (26/11).

Dia mengatakan perusahaan startup harus mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat luas, sehingga mendapatkan pasar lebih besar. Eddi menjelaskan permasalahan saat ini masih terdapat perusahaan startup yang berorientasi pada pasar lebih kecil sehingga sulit diterima pasar. Dengan potensi pasar luas tersebut maka juga menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan startup tersebut.

“Kalau salah pasar itu susah baliknya. Marketnya harus tahu lower end atau high end. Kalau lower end harus berani bakar uang sedangkan high end buat produknya harus benar-benar bagus,” jelas Eddi. (Baca: Wajib Tahu! Ini Pentingnya Pendaftaran Merek bagi UKM dan Startup)

Selain permasalahan potensi pasar, perusahaan startup umumnya mengalami kendala permodalan. Eddi mengatakan permasalahan modal merupakan penyebab kedua kegagalan perusahaan startup. Menurut Eddi, perusahaan startup idealnya memiliki kecukupan modal dari 6 bulan sampai satu tahun. “Idealnya punya cukup cash 6 bulan sampai setahun. Supaya enggak cari investor melulu, kalau cari investor melulu kapan jualannya,” kata Eddi.

Dia menyarankan agar para pendiri (founder) perusahaan startup bersosialisasi dengan para investor untuk mendapatkan kepercayaan. Kemudian, perusahaan startup juga berakhir gagal karena salah memilih founder dan tim saat merintis. Lalu, Eddi juga mengingatkan agar perusahaan startup harus memiliki ide unik dalam bisnisnya sehingga mendapatkan pangsa pasar tersendiri.

Tidak kalah penting, Eddi mengatakan model bisnis perusahaan startup harus mendapat perhatian tersendiri. Terdapat beberapa model bisnis yang dapat diterapkan perusahaan startup seperti berlangganan (subscription), layanan langsung (on-demand), marketplace dan freemium. “Bisnis model ini harus dipelajari mana yang tepat sesuai bisnis startup. Jangan sampai salah pilih bisnis model karena ubahnya susah kalau sudah jalan,” jelas Eddi.

Pentingnya Pendaftaran HKI Startup

Pendaftaran merek merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam bisnis khususnya pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dan bisnis rintisan berbasis digital atau startup. Hal ini karena pendaftaran tersebut memberi perlindungan hukum bagi pelaku usaha agar merek dagangnya tidak digunakan pihak lain. Selain itu, pendaftaran merek juga memberi kepercayaan lebih oleh konsumen terhadap produk yang dijual.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris, menerangkan pendaftaran sejak awal mendirikan usaha dapat mengantisipasi terjadinya persengketaan merek di masa depan. Dia menjelaskan terdapat berbagai kasus persengketaan merek yang sudah terkenal di publik terjadi karena pelaku usaha tidak mendaftarkannya sejak awal.

Selain itu, dia mengatakan merek berfungsi untuk menjamin asal barang atau jasa. Sehingga, fungsi tersebut berkontribusi pada transparansi pasar yang menguntungkan konsumen dan pelaku usaha.

“Suatu usaha harus dilindungi terhadap pesaing tidak adil yang menginginkan barang atau jasanya menyamar sebagai barang atau jasa usaha lain. Konsumen tahu produk pedagang mana yang mereka membeli, yang memudahkan mereka pilih, apa yang mereka inginkan dan kontribusikan pengurangan biaya pencarian,” jelas Freddy dalam Hukumonline Law Festival for Start-Ups and SMEs dengan topik “Intellectual Property: Legal Framework in Developing Your Own Brand”, Rabu (25/11).

Dia mengatakan pelaku usaha UKM dan startup yang mendaftarkan mereknya akan mendapatkan manfaat ekonomis pada masa depan. Dia menjelaskan terdapat merek dari perusahaan startup yang sudah mencapai Rp 63 triliun dalam waktu kurang 10 tahun.

Melihat urgensi tersebut, Freddy juga mengatakan proses pendaftaran merek akan lebih singkat dengan berlakunya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sehingga, masa waktu pendaftaran merek menjadi 30 hari paling cepat dari sebelumnya 180 hari. “Dengan omnibus law (UU Cipta Kerja) dari pendaftaran merek dari 180 hari jadi 30 hari,” ujarnya.

Sementara itu, Associate dari Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners, Achmad Faisal Rachman mengatakan pendaftaran merek penting dilakukan karena dapat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli suatu produk. “Misalnya air mineral akan lebih dipilih yang ada label dibanding tidak ada label,” kata Faisal.

Dia menjelaskan pendaftaran merek tersebut dapat dilakukan melalui Direktorat Jenderal HKI Kemenkumham. Biaya pendaftaran bagi usaha mikro dan kecil sebesar Rp 500.000-600.000 per kelas. Sebelum pendaftaran, pelaku usaha harus menentukan terlebih dahulu kelas barang dan jasa sesuai dengan klasifikasi. Setelah penentuan kelas, pelaku usaha harus melakukan penelusuran merek untuk mengetahui ketersediaannya.

“Ini untuk tahu sudah digunakan atau belum. Akibatnya kalau merek ini sudah digunakan bahkan sudah didaftarkan maka mereknya ditolak oleh DJKI dan berpotensi pelanggaran penggunaan merek. Mau tidak mau harus rebranding dan jadi biaya lagi, penelusuran ini bisa dilakukan secara online,” jelas Faisal.

Setelah itu, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan lalu memasuki proses pemeriksaan formalitas. Setelah 15 hari kerja, Dirjen HKI akan mengumumkan permohonan tersebut kepada publik. Pengumuman ini bertujuan untuk mengetahui merek tersebut memiliki persamaan atau termasuk kriteria yang ditolak atau dapat diterima. Setelah pengumuman selama 2 bulan, maka masuk penerimaan substantif selama 150 hari kerja. Jika merek yang didaftarkan tersebut memenuhi persyaratan maka dapat didaftarkan dan mendapatkan sertifikat.

Dia juga menyampaikan pendaftaran merek memberi perlindungan hukum dan nilai tambah usaha. Menurutnya, di tengah perkembangan teknologi saat ini, maka terdapat risiko dari pihak lain yang ingin mencari keuntungan dengan meniru suatu merek. Hal ini tentunya dapat merugikan pelaku usaha dan konsumen yang dapat tertipu saat membeli. Dia menjelaskan dengan pendaftaran merek maka pelaku usaha dapat melarang pihak lain tersebut menirunya.

“Merek untuk memberi perlindungan hukum. Startup itu unik dan pemasarannya gencar sehingga banyak pihak ingin niru atau bonceng merek tersebut sehingga (pendaftaran) bisa melarang orang yang ingin meniru tadi,” jelas Faisal.

Associate dari Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners, Nalendra Wibowo menerangkan khusus bagi startup perlu memahami mengenai hak cipta. Sebab, dalam hak cipta terdapat program komputer yang berkaitan erat dengan startup. Dia menjelaskan biaya pendaftaran hak cipta bagi UMKM dan Startup bisa mencapai Rp 200.000-350.000.

“Hak cipta ini otomatis hak ekslusifnya timbul setelah setelah diekspresikan dalam bentuk nyata. Contohnya ada buku, lagu atau musik, drama, drama musikal, arsitektur, karya batik, potret, sinematografi dan termasuk program komputer,” jelas Nalendra.

Dia menjelaskan program komputer ini adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu. Namun, dia menjelaskan terdapat program komputer yang dikecualikan dalam UU 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta namun dilindungi UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten.

Software (program komputer) dikecualikan dalam hak cipta yang diciptakan hanya untuk melindungi masalah teknis. Contohnya aplikasi Gojek atau Grab, itu menyelesaikan masalah tapi tidak ada unsur teknis hardware. Software ini dapat di-install pada hampir semua perangkat gadeget konsumen,” kata Nalendra.  

Tags:

Berita Terkait