Strict Liability, Jurus Ampuh Hukum Lingkungan Menjerat Korporasi Tanpa Buktikan Unsur Kesalahan
Berita

Strict Liability, Jurus Ampuh Hukum Lingkungan Menjerat Korporasi Tanpa Buktikan Unsur Kesalahan

Tanggung jawab mutlak yang membuat korporasi tak bisa mengelak.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Dalam peraturan perundang-undangan nasional, strict liability tertera jelas pada Pasal 88 UU Lingkungan Hidup.

Paragraf 2

Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 88:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.

Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan perundangundangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.

 

Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan KLKH mengatakan dalam paparannya bahwa strict liability harus semakin luas dipahami untuk penegakan hukum lingkungan. Ia mengaku KLKH baru mulai mantap menggunakan strict liability dalam gugatan pada korporasi untuk mewakili negara sejak tahun 2016. Ia mengatakan saat ini ada enam perusahaan yang tengah digugat KLKH dengan dasar strict liability.

 

Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jasmin Ragil Utomo, mengatakan pada hukumonline bahwa ada nilai gugatan ratusan miliar yang menjadi target KLKH agar korporasi bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi akibat kegiatan usahanya.

 

(Baca juga: Konsep dan Praktik Strict Liability di Indonesia)

 

Namun, Ragil juga mengakui bahwa masih ada hambatan soal penggunaan strict liability dalam penggunaan strict liability. “Pengacara dan Hakim masih beda persepsi,” katanya saat diwawancarai usai acara.

 

Sebagai lembaga riset dan advokasi bidang hukum lingkungan, ICEL juga menyatakan hal serupa soal kendala strict liability dalam praktik di peradilan. Fajri menjelaskan kendalanya soal pemahaman para penegak hukum terutama hakim soal penerapan strict liability secara operasional.

 

Padahal di lingkungan Mahkamah Agung sudah ada program sertifikasi hakim untuk bidang keahlian hukum lingkungan. Sejak 2013 pun Mahkamah Agung telah menerbitkan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup melalui Keputusan Ketua MA No.36/KMA/SK/II/2013 Tahun 2013.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait