Surat Kuasa, Kunci Segala Pintu Masuk Beracara
Mengupas Hukum Acara Perdata:

Surat Kuasa, Kunci Segala Pintu Masuk Beracara

Dalam hukum acara perdata, surat kuasa sangat menentukan. Surat kuasa yang kurang cermat membuka peluang lawan melakukan eksepsi, dan bisa berujung majelis hakim tidak menerima gugatan.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemberian surat kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemberian surat kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Ilustrator: BAS

Ibarat memasuki rumah yang punya banyak pintu, seseorang harus membawa kunci yang tepat agar bisa masuk. Jika salah, niat memasuki rumah tak akan terwujud. Kunci penting yang harus dibawa itu dalam hukum acara perdata disebut ‘surat kuasa’. Bagi seorang advokat, pemahaman tentang surat kuasa juga menjadi kunci keberhasilannya menangani perkara di pengadilan. Begitu pentingnya sehingga dalam setiap ujian calon advokat, selalu ada soal tentang surat kuasa.

Surat kuasa bukan barang baru dalam khasanah hukum perdata Indonesia. Ia sudah ada dan diperkenalkan dalam hukum perdata sejak zaman Belanda. Ketentuan umumnya diatur dalam Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata), sedangkan aturan khususnya diatur dalam HIR/RBg. Surat kuasa juga diatur dalam sejumlah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Sayangnya, hingga kini persoalan surat kuasa masih saja muncul di pengadilan, sehingga layak mendapat perhatian saat mengupas hukum acara perdata.

Meskipun terkesan sepele, surat kuasa hanya secarik atau beberapa lembar kertas,  dampaknya relatif besar dalam penanganan perkara. Mengacu Pasal 1792 Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), pemberian kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. Kuasa itu bisa diberikan secara tertulis atau lisan. Dalam praktiknya, ada beberapa jenis surat kuasa yakni surat kuasa umum, khusus, dan substitusi.

Kuasa umum, menurut Pasal 1795 KUH Perdata bertujuan memberi kuasa kepada seseorang  untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa (lastgever) berupa mengurus harta kekayaan pemberi kuasa dan segal sesuatu yang berkaitan dengan harta kekayaan itu. Titik berat kuasa umum adalah pengurusan (beherder)kepentingan pemberi kuasa. Pasal yang sama memungkinkan diberikan kuasa yang bersifat khusus, yaitu kuasa untuk mengurus kepentingan tertentu saja. Bisa satu, dua atau beberapa kepentingan sekaligus. Di depan pengadilan, kuasa khusus inilah yang dipraktekkan. Penggugat prinsipal atau penerima kuasa harus bisa menunjukkan surat kuasa yang bersifat khusus. Hakim selalu memeriksanya.

Ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata menyebut pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas. Pasal ini disebut M Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata sebagai dasar hukum kuasa istimewa. Kuasa ini dihubungkan dengan Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBg.

Dalam praktek dikenal pula surat kuasa substitusi. Ada hak yang dapat dimasukkan dalam pemberian kuasa yaitu hak substitusi, sebagaimana diatur daam Pasal 1803 KUH Perdata. Intinya, hak substitusi memberikan hak bagi penerima kuasa untuk menunjuk pihak lain untuk bertindak sebagai penggantinya.

Baca juga:

· Pembubuhan Meterai Indonesia pada Surat Kuasa yang Dibuat di Luar Negeri.

· Aturan Pemberian dan Penerimaan Kuasa.

· Reglemen Hukum Acara yang Diperbaharui: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini.

Advokat dan praktisi hukum perlindungan konsumen, David Maruhum Lumban Tobing, menceritakan beberapa pengalamannya terkait surat kuasa selama berperkara di pengadilan. Dalam suatu perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), dia pernah menguji pihak lawan dengan menyebut surat kuasa tidak sah. Itu dilakukan karena pihak lawan dianggap tidak bisa memperlihatkan dokumen asli yang menunjukan pemberi kuasa adalah pihak yang bisa memberi kuasa atas nama perusahaan. Karena tidak bisa menunjukan dokumen seperti akta pendirian perusahaan, hakim menyatakan surat kuasa itu tidak sah.

Begitulah pentingnya surat kuasa dalam proses persidangan, David mengatakan surat kuasa harus diberikan oleh pihak yang berkepentingan langsung. Seperti dalam kasus kehilangan mobil di parkiran di Jakarta, David sebagai kuasa hukum menerima kuasa dari 2 orang yaitu pengemudi dan pemilik mobil tersebut. Menurutnya, kedua orang itu harus memberi kuasa karena mereka yang berkepentingan langsung.

Begitu pula perkara lainnya, kasus anak berumur 4 tahun yang kakinya terjepit di eskalator. Ayah dan ibu anak tersebut memberikan kuasa sebagai individu dan mewakili anaknya. Menurutnya cara memberikan kuasa seperti itu sudah lazim. Dalam hal ini advokat harus cermat dalam menerima surat kuasa, jika lengah dan membuat celah, pihak lawan akan memanfaatkannya. “Pihak lawan bisa mengajukan eksepsi, dan dampaknya nanti hakim bisa memutus gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke),” kata David ketika dihubungi, Kamis (9/11).

Mengenai putusan hakim yang menyasar soal surat kuasa, David mengatakan perlu terobosan agar hakim bisa memutus perkara di awal ketika ditemukan surat kuasa bermasalah. Jika diputus di akhir, akan menghabiskan banyak waktu. Oleh karenanya dia usul kepada Mahkamah Agung (MA) agar persoalan yang sifatnya administratif seperti surat kuasa diputus di awal persidangan. Dia menyebut praktik dismisaal process perlu ada di pengadilan perdata.

Surat Kuasa Berimbang

David mengingatkan surat kuasa harus berimbang dalam memuat kepentingan klien dan advokatnya. Jangan sampai surat kuasa itu menyatakan kuasa tidak bisa dicabut. Itu bisa menimbulkan persoalan ketika advokat tidak mengerjakan apa yang dikuasakan. Surat kuasa juga harus simultan dengan persetujuan ongkos pelayanan hukum yang diberikan advokat.

Surat kuasa juga perlu mengatur saat klien tidak bisa bekerjasama dengan advokatnya, tidak memberi keterangan dengan benar atau pindah menggunakan jasa advokat lain, maka pemberian kuasa itu juga bisa putus setelah advokat menyelesaikan kewajibannya. David menekankan agar isi surat kuasa harus rinci dan khusus, jangan terlalu luas atau mencakup semua hal. Misalnya, untuk perkara perdata, harus mencantumkan semua proses peradilan dari awal sampai akhir, termasuk mediasi. Ketika perkara dimenangkan, apakah surat kuasa itu juga sekaligus memberi kuasa untuk proses permohonan eksekusi atau butuh surat kuasa lain.

Advokat publik LBH Jakarta, Matthew Michelle, juga menekankan pentingnya surat kuasa memuat hal yang rinci, termasuk apa saja bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak lawan. Hal itu biasa digunakan LBH Jakarta dalam setiap perkara citizen law suit dan class action. Surat kuasa yang dipakai itu sama seperti yang biasa berlaku di peradilan perdata.

Dalam persidangan citizen law suit perkara swastanisasi air di Jakarta, Matthew mengatakan pihak lawan pernah menguji surat kuasa yang diterima LBH Jakarta. Pihak lawan menganggap surat kuasa itu tidak memenuhi standar hukum acara. Untungnya, persoalan surat kuasa itu tidak mempengaruhi perkara di tingkat pengadilan pertama dan Mahkamah Agung (MA). “Mengenai surat kuasa, kami merujuk SEMA dan praktik hukum yang berkembang,” urainya.

Pengadilan Hubungan Industrial

Mantan hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Juanda Pangaribuan, menjelaskan surat kuasa yang bisa digunakan pada persidangan di PHI yakni surat kuasa khusus dan tertulis. Menurutnya ada 5 pihak yang bisa bertindak sebagai kuasa hukum dalam PHI yaitu pengurus serikat buruh, pengurus Apindo, advokat, pegawai perusahaan, dan keluarga pekerja.

Jika kuasa hukum itu advokat, Juanda menyebut yang bersangkutan harus memperlihatkan kartu advokat. Bagi kuasa hukum yang berasal dari serikat buruh, perlu menunjukan kartu tanda anggota pekerja yang diwakili, SK sebagai pengurus organisasi, dan bukti pencatatan serikat buruh dari dinas ketenagakerjaan. Jika kuasa hukum itu pengurus Apindo, diminta menunjukan KTA perusahaan yang diwakili dan SK pengurus Apindo. Untuk kuasa hukum dari anggota keluarga pekerja, yang bersangkutan harus menunjukan kartu keluarga. “Pada saat pemeriksaan legalitas berlangsung, hakim memeriksa surat kuasa khusus dari para pihak,” tulis Juanda dalam buku bertema Seluk Beluk Hukum Acara PHI (Maret 2017).

Juanda mengatakan sekalipun UU memberi kewenangan kepada pengurus serikat buruh dan Apindo mewakili anggotanya dalam PHI, tapi itu tidak otomatis. Untuk mendampingi atau mewakili anggotanya bersidang di PHI, pengurus harus mengantongi surat kuasa khusus dari anggotanya. Surat kuasa khusus penting dalam pemeriksaan perkara, oleh karenanya harus disusun secara cermat dan benar.

Surat kuasa itu harus memastikan siapa saja pihak, pemberi dan penerima kuasa, meliputi nama, alamat dan pekerjaan. Identitas para pihak yang tercantum dalam surat kuasa menurut Juanda perlu diuraikan kembali dalam surat gugatan. Oleh karena itu identitas dalam surat kuasa dan gugatan harus sama. “Surat kuasa yang cacat mengakibatkan perkara diputus NO (niet ontvankelijke),” tukasnya.

Dalam perkembangan hukum acara perdata ke depan, penting untuk memperhatikan kuasa yang diberikan oleh perseoran kepada direksi dalam menghadap di muka atau di luar pengadilan. Demikian pula kuasa oleh perusahaan kantor perwakilan asing, kuasa oleh badan hukum lain, dan pimpinan cabang perusahaan domestik yang mungkin pemberian kuasanya bertingkat-tingkat.

Tags:

Berita Terkait