Survei KHL Bermasalah, Upah Minimum Selalu Rendah
Berita

Survei KHL Bermasalah, Upah Minimum Selalu Rendah

Besaran kebutuhan hidup layak (KHL) yang ditetapkan selama ini lebih rendah dari fakta di lapangan.

ADY
Bacaan 2 Menit

Pada kesempatan yang sama Sekjen KSPI sekaligus anggota LKS Tripartit Nasional (Tripnas), Muhammad Rusdi, mengatakan tuntutan pekerja agar upah minimum tahun depan naik sebesar 50 persen sudah rasional. Pasalnya, sebagaimana Dedi, Rusdi menilai ada yang salah dalam survei KHL yang selama ini dilakukan di dewan pengupahan. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya ketimpangan yang besar antara upah minimum di Jakarta dengan daerah lain. Untuk membenahi hal itu, maka dalam menentukan besaran komponen KHL harus merujuk fakta yang ada di lapangan.

Ironisnya, pemerintah khususnya dinas tenaga kerja melakukan pembiaran atas penetapan KHL yang tidak sesuai fakta itu. Sehingga kerja-kerja dewan pengupahan daerah tidak diawasi secara ketat. Padahal, Rusdi melihat pemerintah pusat sudah menerbitkan buku pedoman agar penetapan besaran KHL sesuai peraturan yang ada. Kelemahan itulah yang menurut Rusdi menyebabkan besaran upah minimum di sejumlah daerah lebih rendah dari nilai KHL.

Sejalan dengan itu sebagaimana amanat UU Ketenagakerjaan, Rusdi mengatakan dalam menetapkan upah minimum bukan hanya mengacu pada KHL, tapi juga hal lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan produktifitas. Jika acuan tersebut digunakan dengan benar oleh dewan pengupahan, Rusdi yakin tahun depan kenaikan upah minimum tahun depan sebagaimana harapan para pekerja yaitu meningkat 50 persen dapat terwujud. “Jika regresi digunakan maka KHL hasil survei dewan pengupahan DKI Jakarta besarannya Rp2,7 juta dan upah minimum bisa mencapai Rp3,7 juta,” urainya.

Jika para pengusaha tidak sanggup membayar sesuai upah minimun, Rusdi mengingatkan ada mekanisme penangguhan yang dapat digunakan. Namun, proses mengajukan penangguhan itu menurutnya harus sesuai dengan peraturan yang ada terkait penangguhan. Untuk sektor UMKM, Rusdi mengatakan serikat pekerja memaklumi jika pengusaha yang bersangkutan tidak mampu membayar upah minimum. Namun sebaliknya, serikat pekerja mengecam pengusaha yang mampu, namun tidak mau menunaikan kewajibannya mengupah para pekerjanya sesuai upah minimum.

Untuk industri padat karya, Rusdi menekankan dalam membayar upah harus mengacu upah minimum. Ia mencatat para pengusaha yang bergerak di industri padat karya mampu melakukannya karena deretan orang terkaya di Indonesia bisnis utamanya di bidang industri padat karya. Seperti rokok, tekstil dan kelapa sawit.

Atas dasar itu Rusdi mengatakan jika pemerintah tidak melakukan pengawasan yang ketat atas penetapan KHL dan upah minimum sebagaimana peraturan yang ada, serikat pekerja akan melakukan tindakan. Mulai dari demonstrasi besar-besaran sampai mogok kerja nasional. “Kami mogok kerja nasional untuk menegakan hukum, bukan melanggar hukum,” tegasnya.

Survei KHL
Dalam rangka pengupahan, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mengadakan survei KHL 2013 di 6 provinsi. Yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Menurut Wakil Presiden Aspek Indonesia, Gibson Sihombing, survei dilakukan untuk menemukan kebutuhan riil pekerja lajang. Serta sebagai pembanding atas survei yang dilakukan dewan pengupahan. Dalam melakukan survei, Aspek Indonesia mengacu 60 komponen KHL sebagaimana Permenakertrans KHL dan 84 komponen KHL. Namun, pada intinya 60 komponen KHL sudah tidak dapat dikatakan layak.

Oleh karenanya survei yang dilakukan Aspek Indonesia menurut Gibson berbeda dengan Dewan Pengupahan. Misalnya, dalam komponen transportasi, dewan pengupahan menghitung berdasarkan ongkos transportasi satu kali jalan. Sedangkan Aspek Indonesia menghitung komponen transportasi berdasarkan cicilan harga sepeda motor, perawatan dan konsumsi BBM satu bulan. Pasalnya, saat ini sebagian besar pekerja menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi utama. Perbedaan itu juga terjadi dalam menghitung komponen KHL lainnya seperti kebutuhan listrik, tempat tinggal dan air bersih.

Dari hasil survei yang dilakukan Aspek Indonesia, Gibson mengatakan September 2013 besaran KHL mengacu 60 KHL mencapai Rp3,03 juta. Tapi, jika merujuk 84 KHL besarannya Rp3,6 juta. Sebagaimana Permenakertrans KHL, Gibson mengatakan dalam menetapkan KHL harus dibuat regresi untuk penetapan upah minimum tahun depan. Sehingga besaran upah minimum sesuai dengan kebutuhan riil pekerja lajang. “Kami harapkan survei ini menjadi rujukan, jadi pemerintah tidak mengarah pada upah murah tapi upah layak sebagaimana amanat konstitusi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait