Tanggung Jawab In House Counsel Saat Advice-nya Berdampak Negatif bagi Perusahaan
In House Counsel Series

Tanggung Jawab In House Counsel Saat Advice-nya Berdampak Negatif bagi Perusahaan

Bila tidak yakin bisa minta opini eksternal sebagai pelengkap.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit
Senior Vice President–Head of Legal & Corporate Secretary Indosat Ooredoo, Gilang Hermawan. Foto: RES
Senior Vice President–Head of Legal & Corporate Secretary Indosat Ooredoo, Gilang Hermawan. Foto: RES

Ada pertanyaan menarik dari peserta bimbingan kerja fresh graduate hukum untuk profesi in-house counsel yang diselenggarakan hukumonline. Bagaimana tanggung jawab dari in-house ketika nasihat hukum yang diberikan kepada perusahaan ternyata kurang tepat atau berdampak destruktif bagi perusahaan?

Senior Vice President–Head of Legal & Corporate Secretary Indosat Ooredoo, Gilang Hermawan, menjelaskan jika In-House dalam memberikan nasihat hukum ternyata berdampak destruktif terhadap perusahaan maka hal ini bisa dikembalikan ke ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Menurut Gilang, manajemen perusahaan merupakan tanggung jawab dari Direksi. Karena In-House dalam perusahaan bertugas untuk memberikan nasihat-nasihat hukum terhadap suatu permasalahan yang dihadapai oleh perusahaan. “Ultimate responsibility ada di direksi,” ujar Gilang menjawab pertanyaan saat sesi pelatihan berlangsung, Kamis (10/9).

Gilang menjelaskan, biasanya dalam menghadapi sebuah persoalan dalam perusahaan, Direksi tidak hanya akan meminta nasihat dari In-House. Direksi juga akan meminta pendapat dari sejumlah divisi yang dirasa berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, pengambilan keputusan terkait suatu permasalahan tidak hanya menjadi tanggung jawab dari seorang In-House.

“Biasanya direksi tidak hanya meminta advice dari in-house. Tergantung dengan masalahnya sehingga fungsi-fungsi itu akan banyak,” terang Gilang. (Baca Juga: Menariknya Profesi In House Counsel bagi Lulusan Sarjana Hukum)

Lantas pertanyaannya adalah bagaimana jika keputusan telah diambil berdasarkan hasil advice kemudian ternyata salah? Menurut Gilang, terdapat dua bentuk tanggung jawab. Tanggung jawab yang muncul akibat risiko komersial (comercial risk) dan tanggung jawab pidana.

Menurut Gilang, sepanjang keputusan yang diambil perusahaan merupakan keputusan komersial yang berkaitan dengan bisnis proses perusahaan dan didalamnya tidak terdapat unsur kesengajaan dan niat jahat (mens rea) maka tidak bisa dimintai pertanggung jawaban.

Ia mengatakan bahwa nasihat hukum yang diberikan oleh seorang In-House dalam menghadapi persoalan berangkat dari keyakinan bahwasanya padangan yang diberikan sudah maksimal dengan situasi yang dihadapi saat masalah terjadi. Apalagi kemudian dalam proses juga disertai masukan-masukan dari divisi lain sehingga keputusan yang diambil merupakan hasil dari pertimbangan segala aspek.

“Kita sudah yakin memberikan semua pandangan kita dengan situasi pada saat itu. Tentu inputnya dari berbagai divisi,” imbuhnya.

Namun menurut Gilang, jika dalam memberikan nasihat hukum terhadap suatu persoalan ternyata seorang In-House tidak terlalu terhadap masalah yang sedang dihadapai, tidak ada salahnya jika meminta pandangan atau opini dari pihak luar sebagau pelengkap. Menurut Gilang, penting untuk mengetahui dimana batas kemampuan seorang In-House sehingga tidak sampai salah dalam memberikan nasihat.

“Kalau kita gak yakin bisa minta opini eksternal sebagai pelengkap. Poinnya adalah jangan takut tapi pada saat yang sama know your limit,” terang Gilang.

Karena itu ia juga membrikan tips jika In-house menghadapi situasi seperti ini. Menrutu Gilang seorang In-House tidak perlu takut kelihatan tidak mampu. Jika penting dan merasa ragu terhadap suatu nasihat yang diberikan, tidak salah untuk mengungkapkan keraguan tersebut. Sehingga Direksi dalam mengambil keputusan dapat mengukur kemungkinan dari suatu nasihat yang diberikan.  

“Jadi kita jawab yang kita tahu tapi ungkapkan juga keraguan kita sehingga harus tanya ke pihak lain. Jangan sok tahu,” tambah Gilang.

Gilang juga mengungkapkan perbedaan antara seorang In House dengan seorang senior counsel. Menurut Gilang, seorang senior counsel secara bersamaan mewakili perusahaan untuk beracara. Dengan begitu ada tanggung jawab jika terjadi salah advice. Hal berbeda dengan In-house yang pada dasarnya karyawan internal dari perusahaan.

Gilang menilai tanggung jawab In House tidak sebesar senior counsel jika salah menyampaikan advice. “Karena kemungkinan mistake itu besar. Tapi yang penting bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik gak usah takut salah. Karena buat (In-house) yang baru (salah) itu biasa,” terangnya.  

Komunikasi Tertulis

Gilang juga menjelaskan bentuk-bentuk komunikasi tertulis dalam perusahaan yang kerap dihadapi oleh seorang In-house. Ia mencontohkan memorandum yang harus dibuat oleh seorang in-house. Menurut Gilang, dalam membuat memorandum biasanya lebih detail dan dilakukan oleh seorang legal perusahaan. Karena itu, bentuknya lebih formal.

Dalam membuat memorandum Gilang menyarankan untuk menyertakan executive summary. Karena kebiasaan dari atasan atau jaringa kerjanya memiliki kebutuhan untuk memebaca lebih cepat. Sehingga dengan adanya eksekutif summary, kerangka awal dari memorandum tersebut bisa ditemukan. “Sehingga sebelum masuk ke yang detail, ini toh kerangkanya,” ungkap Gilang.

Selain memorandum, bentuk komunikasi tertulis yang lain adalah email. Menurut Gilang, komunikasi melalui email seringkali dibuat lebih formal. Pengalamannya, biasanya menggunakan email untuk mengarahkan sesuatu. Selain itu, email juga sebagai sarana dokumentasi tertulis dari advice yang diberikan secara verbal. 

“Ada baiknya advice yang dikasih secara verbal itu didokumentasikan via email. Email juga merupakan konfirmasi tertulis. Hasil diskusi dan hasil advice kita,” ungkap Gilang.

Kemudian ada juga komunikasi tertulis dengan menggunakan slides. Biasanya berisi pointer-pointer untuk diberikan ke pihak manajemen. Saran Gilang slides dibuat singkat dan menarik. Tidak lupa substansinya jelas secara tujuan. Sementara untuk komunikasi via Whatsap, menurut Gilang, biasanya digunakan ketika menghadapi situasi urgent sehingga sarannya dilakukan dengan cara singkat dan langsung menjawab pertanyaan.

Peserta kegiatan Pelatihan Bimbingan Kerja Fresh Graduate Hukum kali ini mempunyai kesempatan untuk magang baik di perusahaan maupun law firm yang telah ditentukan oleh Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA). Jadi nantikan Pelatihan Bimbingan Kerja Fresh Graduate Hukum berikutnya.

Tags:

Berita Terkait