Tantangan Pemulihan Aset Hasil Pencucian Uang Hasil Korupsi
Utama

Tantangan Pemulihan Aset Hasil Pencucian Uang Hasil Korupsi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis, pola, dan pelaku korupsi beradaptasi dengan perkembangan sosial, politik, dan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan suatu negara, semakin banyak korupsi dan pencucian uang yang akan beradaptasi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Foto: RES
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Foto: RES

Selain aspek pidana, pemberantasan korupsi melalui pemulihan aset koruptor harus diperkuat saat ini. Berbagai modus atau cara pencucian uang dilakukan pelaku agar hasil kejahatannya tidak terdeteksi penegak hukum. Salah satu upaya pengembalian aset tindak pidana korupsi/TPPU (tindak pidana pencucian uang) melalui kerja sama antar negara dan lembaga penegakan hukum.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menekankan perlunya penguatan kerja sama untuk pemberantasan korupsi dan pencucian uang, karena seiring waktu dan kian majunya perekonomian serta teknologi, maka korupsi akan semakin canggih dan kompleks.

“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis, pola, dan pelaku korupsi beradaptasi dengan perkembangan sosial, politik, dan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan suatu negara, semakin banyak korupsi dan pencucian uang yang akan beradaptasi. Dengan kata lain, korupsi merupakan “moving target” yang berkembang mengikuti kemajuan zaman dan teknologi,” kata Firli dalam forum internasional Regional Anti-Corruption Conference for Law Enforcement Professionals in Southeast Asia, Senin (29/8).

Baca Juga:

Firli juga berbagi tiga poin pengalaman pemberantasan korupsi yang dilakukan Indonesia beberapa waktu lalu. Yang pertama adalah keberhasilan upaya pemulihan aset Indonesia sebagai hasil dari kerja sama dan koordinasi yang kuat antara KPK, FBI dan Departemen Kehakiman AS.

Berkat kerja sama tersebut, pada Januari 2022, USD5,9 juta berhasil diamankan dan dikembalikan ke Indonesia. Aset tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi di Indonesia yang dicuci di Amerika Serikat.

“Kerja sama dalam pertukaran data dan informasi intelijen dan pro-keadilan, serta penyelidikan paralel dan membuka saluran komunikasi antar lembaga, adalah kunci kesuksesan upaya tersebut. Pesan moralnya, hanya melalui kerja sama KPK bisa berhasil memulihkan aset milik rakyat Republik Indonesia,” tutur Firli.

Pada poin kedua, Ketua KPK memaparkan upaya pembaruan yang dilakukan Indonesia untuk memerangi dan memberantas korupsi. Untuk mendukung Visi Indonesia Emas 2045, KPK mencanangkan Roadmap Pemberantasan Korupsi tahun 2022-2045. Roadmap ini merupakan implementasi dari “Trisula” yang merupakan strategi antikorupsi yang terdiri dari Pendidikan Antikorupsi serta Partisipasi Masyarakat, Pencegahan dan Penindakan.

Poin terakhir yang dikemukakan Firli adalah pentingnya kerja sama internasional dan dukungan regional. Agar Roadmap dapat terimplementasi, dibutuhkan dukungan dan kerjasama dari negara-negara kawasan serta organisasi regional dan internasional, dalam bentuk investigasi bersama, berbagi data dan informasi intelijen, bantuan teknologi, serta penguatan kerja sama dalam pemulihan aset.

Dia menyampaikan pentingnya forum internasional khususnya untuk negara-negara di Asia Tenggara. Untuk itu, Indonesia akan mendukung pemutakhiran Nota Kesepahaman ASEAN – PAC (Parties Against Corruption) yang terdiri dari sepuluh negara Anggota ASEAN.

“Pembaruan ini tidak hanya tepat waktu tetapi juga penting, dan kami berharap kerja sama ASEAN-PAC yang baru akan menjadi forum yang efektif bagi upaya bersama kita untuk mencegah dan memerangi korupsi dan pencucian uang,” harap Firli.

Watcharapol Prasarnrajkit dari NACC Thailand berbagi kisah tentang upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan negaranya. Antara lain melalui revisi Undang-Undang Antikorupsi pada tahun 2018, dengan beberapa pembaruan, seperti adanya dana antikorupsi nasional, kriminalisasi suap yang dilakukan pejabat publik nasional dan pejabat publik organisasi internasional, kriminalisasi penghalang-halangan penyidikan (obstruction of justice), dan mekanisme pemulihan aset hasil korupsi yang berada di luar negeri.

Selanjutnya Danis Tang Siew Toeng selaku Director Corrupt Practices Investigation Bureau of Singapura menjelaskan upaya lembaganya mengefektifkan pemberantasan korupsi. Menurutnya, kerjasama internasional dalam bentuk Mutual Legal Assistance (MLA) pemberantasan korupsi sangat penting dilakukan. Bukan hanya untuk memperoleh pelaku dan aset hasil korupsi yang berada di luar, namun juga meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum. Danis juga menekankan pentingnya integritas aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional dan penuh tanggung jawab.

Sementara Danny Woo dari Independent Commission Against Corruption Hongkong juga menekankan perlunya pemanfaatan forensik digital dan akuntansi forensik mengungkap perkara korupsi. Saat ini modus operandi korupsi banyak memanfaatkan teknologi digital dan jasa keuangan, sehingga perlu kompetensi khusus untuk menemukan bukti yang kuat dalam mengungkap korupsi tersebut.

Tags:

Berita Terkait