Tax Amnesty, UU PPh, dan Pencucian Uang
Berita

Tax Amnesty, UU PPh, dan Pencucian Uang

Pidana TPPU tetap mungkin bisa menjerat WP yang melakukan pencucian uang.

FNH
Bacaan 2 Menit
UU Pengampunan Pajak tak menghapus pencucian uang. Ilustrasi: HLM
UU Pengampunan Pajak tak menghapus pencucian uang. Ilustrasi: HLM
Dalam sosialisasi UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, lazim disebut UU Tax Amnesty, Pemerintah menekankan antara lain pentingnya amnesti pajak karena memberikan keuntungan. Misalnya penghapusan tunggakan pajak, pembebasan sanksi administrasi, pembebasan sanksi pidana perpajakan, dan penghentian proses pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan.

Kebijakan memberikan keuntungan dalam proses pidana itu telah memantik protes masyarakat. Belum genap Undang-Undang itu diundangkan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) bersama dua warga negara, Samsul Hidayat dan Abdul Kodir Jailani, telah mendaftarkan permohonan uji materi UU Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon mendalilkan UU ini melegalkan praktik pencucian uang (money laundering) dan merusak sistem penegakkan hukum.

Kuasa Hukum Pemohon Sugeng Teguh Santoso menilai UU Pengampunan Pajak terkesan mengabsahkan praktik pencucian uang karena UU ini memberi peluang bagi penjahat kerah putih menyimpan uang di luar negeri untuk menyembunyikan asal usul uangnya. Dengan catatan ketika dapat surat pernyataan dari Menteri Keuangan uang ini dinyatakan legal dan berhak direpatriasi dana pengampunan pajak tanpa ada proses hukum.

Dia melanjutkan, UU Tax Amnesty ini menabrak prinsip keterbukaan informasi publik dan menghambat program whistle-blowing system karena ada larangan membuka informasi atau membocorkan data pajak terhutang di Kementerian Keuangan. Pelanggarnya bisa diancam pidana. Pilihan sengketa hukum hanya melalui gugatan perdata ke pengadilan.

Pengamat Pajak Yustinus Prasnowo, tak ada masalah dengan pengajuan uji materi tersebut. Ia menilai, uji materi justru menjadi challenge (tantangan) bagi UU Tax Amnesty. “Lebih baik di-challenge, kalau nanti menang kan bisa lebih baik lagi,” kata Yustinus kepada hukumonline, Kamis (14/7).

Dari 21 poin permohonan yang diajukan, lanjutnya, hanya sebagian kecil yang benar-benar patut untuk diuji. Sementara sebagian besar, adanya ketidakpahaman pemohon sebagai akibat kurangnya informasi. Ditambah lagi, Pemerintah selama ini tidak begitu melibatkan publik dalam membahas UU Tax Amnesty. “Sebagian besar salah paham. Ini salah Pemerintah juga karena tidak ada public hearing,” tambahnya.

Terkait pencucian uang, Yustinus punya pendapat sendiri. Dalam UU No. 36 Tahun 2008  tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), tak ada aturan atau batasan yang menjelaskan soal asal-usul penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak (WP). Lagipula, pemberian Tax Amnesty tidak akan menghilangkan unsur pidana TPPU yang dilakukan oleh WP.

“Masalahnya jika Tax Amnesty menghilangkan predicatecrime, itu konsekuensi dari pengampunan pajak. Tapi untuk TPPU, jika yang dilakukan WP adalah bukan kejahatan perpajakan saja, tetapi ada TPPU-nya, itu tetap bisa dijerat dengan TPPU,” jelasnya.

Objek PPh secara umum diatur dalam Pasal 4 UU PPh. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang ini menegaskan “objek  pajak  adalah  penghasilan, yaitu setiap  tambahan  kemampuan  ekonomis  yang  diterima atau  diperoleh  Wajib  Pajak,  baik  yang  berasal  dari Indonesia  maupun  dari  luar  Indonesia,  yang  dapat dipakai  untuk  konsumsi  atau  untuk  menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Penjelasannya Pasal 4 ayat (1) huruf a menyatakan “penggantian  atau  imbalan  berkenaan  dengan pekerjaan  atau  jasa  yang  diterima  atau  diperoleh termasuk  gaji,  upah,  tunjangan,  honorarium, komisi,  bonus,  gratifikasi,  uang  pensiun,  atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.”

Yustinus juga berpendapat, repatriasi dana yang ada di luar negeri tidak bisa menjadi mandatory (wajib) bagi WP. Repatriasi masih terkendala oleh UU Lalu Lintas Devisa sehingga repatriasi hanya optional saja.

Dalam persoalan keadilan bagi WP yang selama ini patuh, justru Yustinus menilai pengampunan pajak tidak merugikan WP patuh. Kepatuhan membayar pajak merupakan kewajiban sebagai warga Negara, bahkan porsi pembayaran pajak bisa berkurang dengan adanya tax amnesty.

Bahkan dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak, Yustinus termasuk ahli yang diminta pendapat. Ia mengatakan sempat meminta Pemerintah untuk memberikan reward bagi para WP patuh. Hanya saja, usulan masih terbentur kriteria baku WP patuh, dan pembedaan pengenaan tarif pajak terhadap UKM yang hanya dikenakan sebesar 0,5 persen.

“Tinggal PR-nya, dengan tax amnesty harusnya ada peningkatan pendapatan pajak. Jika pendapatan pajak yang di-declare adalah Rp2000 triliun, maka harusnya tiap tahun ada peningkatan pendapatan pajak sebesar Rp100-150 triliun, dan penambahan WP baru sebanyak 10 ribu sampai 15ribu atau 20ribu orang/badan, dari total WP yang ada sekarang ini 30ribu. Jadi WP bisa bertambah totalnya 40ribu-50ribu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait